Tag Archives: veda

Apa Itu TriWarga???

Apa Itu TriWarga???

Om Isvaraya namo namah

Ajaran Agama Hindu di dalam kitab suci Weda mengajarkan tuntunan hidup rohani yang luhur dengan dengan tujuan untuk mendapat moksa  dan jagaddhita  yang disebut TriWarga,Triwarga terdiri dari kata sansekerta tri dan warga .Tri berarti tiga dan Warga bearti bagian.jadi TriWarga berarti  tiga bagian ajaran rohani untuk mendapatkan Moksa dan Jagaddhita.

Dalam bahasa indonesia moksa dapat diterjemahkan sebagai kelepasan,atau bebasnya roh/atma dari dosa,kehidupan abadi di akherat,menunggalnya Roh dengan Tuhan.

Sedangkan jagaddhita diterjemahkan sebagai kemakmuan,kebahagian,kesejahteraan umat manusia,kelestarian,kedamaian dunia.

TriWarga terdiri dari Artha,Kama dan Dharma :

1.Kama

Kama dapat diterjemahkan sebagai naluri,nafsu,dan keinginan.adapun naluri yang sangat kuat mempengaruhi jiwa makhluk hidup terutama pada manusia,yaitu lapar,dahaga dan nafsu birahi.

2.Artha

Artha dapat diartikan sebagai benda atau sarana yang dapat memuaskan naluri,terutama naluri lapar,dahaga,dan nafsu birahi.bila kita lapar,kita harus makan.apa  yang harus kita makan ? makanlah sesuatu yang dapat memuaskan rasa lapar anda yaitu nasi,sayur dll.begitu juga dengan dahaga dan nafsu birahi.

3.Dharma

Dharma berarti ajaran-ajaran kerohanian dan budi pekerti dari agama sebagai kasih sayang terhadap yang papa dan menderita,adil,melindungi,rasa bersahabat,mengampuni ,simpati,terhadap semua dan sebagainya.untuk mendapat ”jagaddhita” yaitu kebahagian dan kesejahteraan umat manusia,hidup aman dan damai dan sebagainya.

Hanya melalui ajaran kerohaniandan kesusilaan agama yang disebut dharma seseorang akan dapat mencapai tujuan hidup yang tertinggi yaitu kebebasan atman/roh dari penderitaan hidup duniawi,bebasnya roh dari dosa,kebahagiaan rohani dalam wujud ketentraman Illahi,menunggalnya roh dengan Tuhan,Roh Yang Maha Agung (panunggaling kawula lan gusti) yang dikenal dengan Moksa dalam Agama Hindu.

Sloka terkait mengenai ajaran TriWarga :

Dharmathakamamoksanam

Sariram sadhanam

(Brahma purana,228.45)

Tubuh adalah sarana untuk mendapatkan Dharma (kerohanian dan kesusilaan),artha (sarana hidup duniawi dan harta benda),kama (naluri,nafsu,dan keingginan) dan moksa (kelepasan roh dari penderitaan duniawi serta kehidupan abadi di akherat).

 

 

Prabhavarthaya bhutanam

Dharmapravacanam krtam

Yah syat prabhavasamyuktah

Sa dharmah iti niscayah

(santiparva 109.10)

(segala)kegiatan demi kesejahteraan dan kebahagian semua mahluk itu disebut dharma.tiada disangsikan lagi apapun yang bertalian dengan kesejahteraan untuk sesamanya itulah dharma.

 

 

Dharmamulah sadaivarthah

Kamarthaphalamucyate

(santiparva,123.4)

Walaupun atha (kebutuhan harta benda)untuk kama (nafsu,keinginan) namun artha harus selalu bersumber pada Dharma(kerohanian,kebenaran)

 

 

Dharma eva plava nanyah

Svargam samabhivam ca tam

Sadhanor vanijas ca tam

Jaladheh param icchatah

(sarasamusccaya 14)

Dharma itu adalah suatu sarana untuk mencapai surga,bagaikan perahu menjadi sarana bagi pedagang untuk menyeberang samudra

 

 

Wadapramamanakah sreyah

Sadhanam dharmah

(manusamhita.1)

Dharma (disebut) didalam ajaran suci veda sebagai jalan untuk mencapai kebahagian dan kesempurnan

 

 

Dharmo dharmanubandhartho

Dharmo matmarthapidakah

(brahma purana 221.16)

Dharma terikat erat dengan artha.dan dharma tidak menentang artha

(tetapi mengendalikan untuk kebahagiaan dan kesejahteraan/kedamaian  makhluk hidup )

 

Ajaran Agama Hindu pada umumnya membagi dharma (ajaran rohani dan kesusilaan) menjadi enam bagian yakni :

1.sila : kebajikan atau kesusilaan

2.yajna :persembahan atau pengorbanan.amal untuk       kesejahteraan orang banyak

3.Tapa : tapa,tahan uji dalam segala keadaan

4.wrata :menghindari kehidupan duniawi yang berlebihan,hidup sederhana,suka berpuaasa.

5.Yoga :memusatkan pikiran dan hati terhadap Tuhan atau Kekuasaan Illahi dalam wujud cinta bhakti terhadap Tuhan,senantiasa ingat akan nama-Nya yang suci.

6.samaddhi : hati dan roh disucikan dengan melakukan semedhi.

Demikianlah kerohanian,kesusilaan dan kebenaran Agama Hindu yang disebut dengan Dharma,sebagai sarana untuk mencapai kelepasan atma dan kelestarian dunia (moksartham jagaddhita yaca itib dharmah).

Om tat sat

Apa Beda Arca dengan Berhala?

Apa Beda Arca dengan Berhala?

 

Dalam suatu kesempatan seorang teman Kristen saya bertanya “Kenapa umat Hindu sampai sekarang tetap memuja Berhala? Padahal kan sudah banyak penjelasan-penjelasan agama langit yang menunjukkan kesalahan pemujaan berhala itu!” Pernyataan menarik, tetapi membuka celah untuk saya menyerang balik.

Sayapun tersenyum dan langsung berkata: “Oh ya bro…. Hindu memuja berhala ya? Tapi entar dulu, sebelum saya menjelaskannya, boleh saya bertanya?”, Tentunya temen saya yang tadi langsung menjawab “iya” dan saya langsung melontarkan pertanyaan “Yang di komputermu itu gambar Yesus kan?” Terus dari mana kalian bisa tahu kalau tampang Yesus seperti itu? Apa ada penjelasan wajah Yesus di Al-Kitab?”

Jawaban teman saya itu sudah bisa ditebak, yaitu “Spekulatif”. Dia menejelaskan bahwa Yesus digambarkan seperti itu karena di kuburannya masih terdapat kain kafan yang menutupi wajahnya dan berbentuk seperti itu. Disamping itu dia juga menjelaskan bahwa Yesus adalah keturunan Israel yang rata-rata memiliki wajah ganteng, kulit cerah, rambut ikal dan panjang, dengan kumis tipis.

 

Benarkah Yesus seperti ini?

Pertanyaan selanjutnya, “apakah penggambaran ini dapat dipertanggung jawabkan?” Apakah bekas kain kafan bisa memberikan rekonstruksi wajah yang baik? Padahal, fosil dinosaurus yang utuh sekalipun masih memerlukan banyak parameter untuk memberikan gambaran yang sejatinya juga cukup spekulatif. Apakah karena orang israel berambut pirang dan rata-rata ikal dengan kulit putih cerah kita bisa menggambarkan Yesus seperti itu? Bagaimana kalau seandainya Yesus sebenarnya tidak berkumis? Bagaimana kalau beliau punya tahi lalat di muka? Berambut lurus atau mungkin beliau lebih suka berambut cepak?

Jika penggabaran Yesus yang sangat spekulatif tersebut ternyata tidak sesuai dengan keadaan aslinya, apakah itu bisa di kategorikan sebagai penyembahan terhadap berhala?

Karena pada kenyataannya, Al-kitab tidak bisa menjelaskan perbedaan penyembahan terhadap berhala dan juga terhadap gambar Yesus, maka saya akan coba ulas apa itu penyembahan berhala dan penyembahan arca wigraha sebagaimana yang diuraikan dalam ajaran Veda.

Dalam Bhagavad Gita 10.40 disebutkan “Nanto’smi mama divyanam vibhutinam, wujudKu yang rohani nan mulia tidak terbatas”, demikian juga dalam Brahma Samhita 5.33 dikatakan “Advaitam acyutam anadim ananta rupam, Tuhan yang disebut Acyuta  yang satu tiada duanya itu, tidak berawal dan memiliki wujud beraneka-ragam tak terbatas”.

Wujud Tuhan yang tanpa batas ini lebih lanjut disebutkan juga dapat diilhami dalam dunia fana ini. Bhagavata Purana 1.5.20, “Idam hi bhagavan iva, dan Mundaka Upanisad. 2.1.10,” purusam evedam visvam, Alam semesta material adalah wujud semesta Tuhan”. BS.5.39,”ramadi murtesu kala niyamena tistham nanavataram ….”, Para Avatara yang turun ke dunia fana dalam beraneka-macam wujud untuk menegakkan dharma dan membasmi adharma. Bhagavad Gita 7.8, “pranavah sarva vedesu” dan Bhagavad Gita 9.17, “vedyam pavitram omkara”, Huruf OM (Pranava Omkara) yang mengawali setiap mantra Veda adalah juga wujud Tuhan. Dalam Padma-Purana, sebagaimana dikutip dalam Padyavali 25 “nama cintamani Krsna … abhinatvam nama naminoh”, Nama suci Tuhan seperti Rama, Hari atau Krishna adalah wujud Tuhan pula. Padma Purana, “arcye visnau siladhir .. Yasya va narakisah” Arca vigraha dan gambar-gambar perwujudan Tuhan juga dapat dipuja sebagai perwujudan Tuhan sendiri.

Jadi dari beberapa sloka di atas kita dapat menarik kesimpulan bahwa penggambaran Tuhan dapat diilhami dalam keagungan ciptaan material beliau yang maha sempurna, perwujudan-perwujudan avatara beliau, Aksara suci dan juga Arca atau gambar-gambar yang dibuat sesuai dengan petunjuk kitab suci.

Sedangkan dalam Bhagavata purana 7.5.23 dijelaskan mengenai 9 proses bhakti / pemujaan terhadap Tuhan, yaitu;

  1. Sravanam (mendengar tentang Tuhan beserta lila/kegiatan rohani Beliau)
  2. Kirtanam (memuji-muji Tuhan dan lilaNya nan ajaib)
  3. Smaranam (mengingat Tuhan dan lilaNya)
  4. Pada sevanam (melayani kaki PadmaNya)
  5. Arcanam (memuja Arca Vigraha Beliau)
  6. Vandanam (memanjatkan doa-doa pujian kepadaNya)
  7. Dasyam (menjadi pelayanNya)
  8. Sakhyam (menjadi sahabat karibNya), dan
  9. Atma nivedanam (berserah diri kepadanNya).

Berkenaan dengan Arcanam atau pemujaan Arca atau perwujudan beliau ini lebih lanjut diatur di dalam Bhagavata Purana 11.27.12 yang menjelaskan bahwa arca dapat dibuat dengan kayu, logam, batu, tanah liat, pasir, permata, kain dan cat atau bahkan dapat hanya di bayangkan dalam pikiran saja. Dalam sastra Veda yang lain lebih lanjut dijelaskan mengenai ukuran, warna dan aturan-aturan lainnya dalam membuat arca atau gambar perwujudan Tuhan.

Jika kita membuat foto/gambar seseorang yang sesuai dengan ciri-ciri fisik orang yang dimaksud, maka dengan pasti kita bisa menyebutkan bahwa foto/gambar itu adalah gambar si A atau si B, tetapi kalau kita membuat rekaan gambar yang jauh menyimpang dari ciri-ciri fisik yang dimaksud, maka gambar tersebut tidak bisa kita katakan sebagai gambar yang bersangkutan. Demikian juga dengan gambar / arca atau perwujudan yang dibuat untuk menggambarkan Tuhan. Perwujuda tersebut tidak dapat dibenarkan dan dapat disebut sebagai berhala jikalau perwujudan tersebut tidak dibuat sesuai dengan petunjuk sastra, tetapi hanya rekaan angan-angan belaka.

Sebagai contoh, perwujudan arca atau lukisan Sri Krishna dibuat dengan mengacu pada  Brahma Samhita yang menyatakan:

“Tempat tinggal Sri Krishna yang paling utama, yang bernama Goloka Vrindavana, penuh istana-istana terbuat dari batu cintamani (permata yang dapat mengubah benda-benda lain menjadi emas). Ada pohon-pohon, yang disebut kalpa-vriksa atau pohon yang dapat memenuhi segala keinginan, yang menyediakan segala jenis makanan atas permintaan. Ada pula sapi-sapi surabhi, yang menyediakan susu dalam jumlah yang tidak terbatas. Di tempat tinggal ini, Sri Krishna dilayani beratus-ratus ribu Dewi Keberuntungan (para Laksmi), dan Beliau bernama Govinda, Tuhan Yang Mahaabadi dan sebab segala sebab. Krishna suka memainkan seruling-Nya (venu„ kvanantam). Bentuk rohani Krishna adalah bentuk yang paling menarik di seluruh dunia, mata Beliau menyerupai kelopak bunga padma, dan warna badan-Nya seperti warna awan pada musim hujan. Beliau sangat menarik sehingga ketampanan-Nya melebihi beribu-ribu Dewa Asmara. Beliau memakai kain berwarna kuning emas, kalung rangkaian bunga pada leher-Nya dan bulu burung merak pada rambut-Nya”

Atas penjelasan inilah arca / gambar Krishna dibuat. Demikian juga dengan pembuatan gambar/arca Rama yang kulitnya berwarna hijau, penggambaran dewa Siva dengan kulitnya gelap ungu dan khusuk dalam semedi, penggambaran Bala Dewa yang berkulit putih. Semua penggambaran-penggambaran ini harus berdasarkan sastra Veda.

Kembali ke topik percakapan saya di awal tadi dengan seorang sahabat Kristen, maka dapat saya katakan bahwa penggambaran Yesus dalam lukisan atau patung yang tidak di dasarkan pada ayat-ayat Injil tersebut pada dasarnya adalah berhala dan tuduhan dia terhadap umat Hindu yang mewujudkan Tuhan sesuai dengan ajaran-ajaran sastra Veda yang jelas, sama sekali tidak beralasan, tetapi hanya spekulasi belaka.

sumber : http://www.vedasastra.com

Uraian Mengenai Surga

Uraian mengenai Surga

Kita semua tahu bahwa jika diberikan pilihan, maka semuanya akan memilih pergi ke surga. Dan sebagian besar orang mempunyai sejenis pemahaman akan surga yang membuat mereka yakin bahwa surga adalah suatu tempat yang luar biasa. Bahkan jika kehidupan kita di bumi jauh dari ideal, jika kita sekali sudah mencapai surga, maka segala sesuatunya akan menjadi baik-baik saja. Namun setiap seseorang memberitahu saya tentagn uraian surga, saya mendapatkan uraian/pendapat yang berbeda-beda.

Di dalam kitab kitab Veda, kita memdaptakan informasi yang eksplisit tentang apakah surga itu, misalnya kita dapat malihat beberapa tempat dibumi yang sebenarnya bagaikan surga. jika kamu mengunjungi sebuah pulau tropis dimana ada pantai-pantai panjang berpasir putih yang cukup mendapat cahaya matahari yang dilengkapi dengan hembusan angin sejuk yang melewati pohon-pohonnya, membawa aroma bunga-bunga eksotis dan suara-suara ombak air sebening kristal menghempas tepi pantai dan jangan lupa pula, ada gadis-gadis yang berbadan indah memakai busana penuh warna, siap melayani segala kebutuhan kita. Tidakkah kamu merasa seperti di surga? Tak diragukan banyak orang akan suka pengalaman semacam itu, karena setiap orang tertarik di dalam kenikmatan material. Namun Masalahnya adalah tempat-tempat seperti itu sulit dicapai atau makan banyak biaya untuk tinggal lama disana atau kita harus segera balik setelah kunjungan singkat. Kunjungan semacam itu tidak pernah cukup, dan kita akan selalu ingin kembali ke tempat-tempat serupa, lagi dan lagi.

Srimad Bhagavatam menguraikan bahwa tempat-tempat surgawi itu merupakan tempat dimana para makhluk hidup mengahabiskan/menggunakan kegiata-kegiatan salehnya yang lalu. Tempat-tempat surgawi ditemukan di tiga tempat yaitu di atas bumi, surga planet-planet bawah, dan planet-planet surga atas. Hanya orang-orang yg paling sangat saleh dapat memasuki surga atas. Orang-orang hanya dapat mengalami atmosfer surga yang lebih rendah yang dapat ditemukan di bumi atau planet-planet bawah.

Dijelaskan di dalam Srimad Bhagavatam (5.17.12) bahwa di surga atas termasuk dibumi sebelum munculnya jaman kali ribuan tahun yang lalu para penduduk hidup selama sepuluh ribu tahun dan semuanya mirip dewa. “mereka mempunyai kekuatan badan sepuluh ribu gajah dan badan sekuat halilintar. Masa muda dalam kehidupan mereka sangat menyenangkan, baik pria dan wanita menikmati persatuan seks dengat sangat menyenangkan dengan jangka waktu yang lama. Setelah sekian lama mengalami kenikmatan sensual dan ketika sekitar setahun masa kehidupan masih tersisa-sang ister mendapatkan seorang anak. Demikianlah standar kesenangan para penuduk surga ini sama persis dengan manusia yang hidup pada Treta-yuga (ketika tidak ada gangguan).

Bahkan planet bumi ini merupakan surga pada zaman satya-yuga dan treta yuga. Setiap orang sangat saleh dan mempraktekkan yoga. Mereka tidak begitu mempedulikan kenikmatan inderawi, meskipun tersedia dengan mudah. Demikianlah, planet bumi menyediakan para penduduknya dengan segala yang mereka butuhkan dengan atmosfer yang paling menyenangkan. Baru kemudian, setelah datang Dvapara yuga dan khususnya zaman sekarang Kali yuga,

“Ada banyak taman penuh bunga dan buah sesuai dengan musim, dan ada pertapaan2 yang dihias dengan baik. Antara gunung-gunung besar yang membatasi batasan wilayah2 ada danau danau yang sangat besar berisi air jernihpenuh dengan bunga-bunga padma yang baru tumbuh. Burung air seperti angsa, bebek, ayam air, dan angsa merasa sangat senang karena keharuman bunga-bunga padma, dan suara-suara kumbang yang mempesona memenuhi udara. Para penduduk negeri ini merupakan pemimpin-pemimpin penting di antara para dewa. Selalu disertai oleh para pelayan mereka yang terhormat, mereka menikmati hidup di taman-taman disisi-sisi danau. Dalam keadaan yang menyenangkan, isteri-isteri para dewa tersenyum playfully kepada suami-suami mereka dan melihat mereka dengan tatapan nafsu.seluruh dewa dan isteri-isterinya di sediakan bubuh cendana dan kalungan bungan secara teratur oleh pelayan-pelayan mereka. Dengan cara begini, para penduduk varsha kedelapan menikmati, tertarik dengan keigatan lawan jenis.

Dari uraian ini, kita dapat melihat bahwa kesenangan surgawi yang dialami oleh para penduduk planet-planet atas sering berdasarkan seks dan semua itu hanya kenikmatan inderawi yang berbentuk lebih halus saja. Hal ini tidak banyak berbeda dari apa yang dialami oleh manusia di bumi. Satu perbedaannya adalah para penduduk planet planet itu menikmati seperti itu tanpa ada gangguan selama bertahun-tahun jika mereka menginginkn; sedangkan, para penduduk bumi hanya dapat menikmati seperti itu hanya dalam waktu singkat.

Uraian lain tentang beberapa bagian surga di planet-planet atas adalah tentang gunung Trikuta, yang tingginya 80.000 mil dan dikelilingi oleh sebuah lautan susu. Seperti halnya bumi dikelilingi oleh air asin, planet-planet atas juga memiliki lautan, namun terdiri dari air-air yang lebih menyenangkan.

“tiga bahan dasar yang utama yang ada di puncak gunung Trikuta terbuat dari besi, perak dan emas, dan memeperindah segala arah dan angkasa.Gunung ini juga memeiliki puncak yanglain, yang penuh dengan permata dan berbagai mineral dan dihiasi dengan pohon-pohon, tanaman menjalar dan semak-semak yang indah. Suara-suara air terjun di atas gunung menciptakan vibrasi yang menyenangkan. Begitulah adanya gunung itu, semakin meningkatkan keindahan di segala penjuru. Tanah lapang di kaki gunung selalu di bersihkan oleh gelombang ombak susu membentuk emerald di sekiling gunung di delapan penjuru mata angin. Para penduduk planet-planet atas seperti para Siddha, Carana, Ghandarva, Vidyadhara, para Naga, Kinnara dan Apsara- biasanya pergi ke gunung untuk sport. Demikialgha semua gua gua di gunungpenug dengan penduduk 2 surgawi ini.” (bhag.8.2.7-8)

“lembah-lembah di bawah gunung Trikuta terhias indah dengan banyak beraneka hewan hutan, dan di dalam pohon-pohon, yang terawatt di taman-taman oleh para dewa, ada beareka jenis burung bersiul/mengerik? dengan suara-suara merdu. Gunung Trikuta punya banyak danau dan sungai, dengan pantai-pantai yang ditutupi dengan permata/mutiara2 kecil menyerupai butiran2 pasir. Airnya sejernih kristal, dan ketika bidadari para dewa mandi di dalamnya, badan-badan mereka memeberikan keharuman kepda air dan angina sepoi yang bertiup disana, yang memeperkaya atmosfer disana.” (Bhag. 8.2.7-8)

Di planet-planet surga, badan-badan para wanitanya/maidens tidak hanya indah, tetapi juga memberikan keharuman kepada danau-danau dan juga angina sepoi yang bertiup. Di planet bumi ini, setiap orang dapat mengalami bahkan jika badan kita tidak dimandikan setiap hari, maka akan mulai berbau tidak sedap. Untuk menutupinya, orang sering menggunkan deodorant atau wewangian buatan untuk badan mereka agar berbau harum, untuk menutupi kenyataan bahwa mereka tidak mandi dengan teratur. Tentu saja, hal ini, jauh dari standar surga ketika kita harus mentolerir bau tak sedap badan orang-orang di sekitar kita. Oleh karena itu, hal ini, adalah pembanding yang baik untuk mengerti bagaimana planet-planet surga ribuan kali lebih mewah disbanding planet bumi ini.

Dengan mempelajari literature Veda, kita dapat mempelajari tempat-tempat seperti surga ini. Namun mencobak untuk mencapai pengetahuna seperti itu lewat indera dan peralatan yang terbatas seperti teleskop, yang merupakan perpanjangan indera2 kita yang cenderung salah faulty sense, kita tak akan pernah mampu mengamatai dengan wajar keadaan-keadaan dari planet planet yang lebih tinggi. Oleh karena itu, kita dapat mendapat pemahaman apa planet planet yang lebih itnggi itu seperti uraian yang ditemukan di dalam buku2 seperti Srimad-Bhagavatam, yang menguraikan kemewahan dewa Indra, Raja Surga, sebagai berikut :

“Hiranyakasipu, Yang memiliki segala kemewahan mulai bermukim di surga, dengan taman Nandananya yang terkenal, yang dinikmati oleh para dewa. Pada kenyataannya, dia tinggal di istana dewa Indra, Raja Surga, yang paling mewah. Istana itu di bangun secara langsung oleh arsitek para dewa Visvakarma dan dibuat sedemikian hingga indah solah olah dewi keberuntangan alam semesta ini berstana disana. Jalan-jalamnsetapa di kediaman Raja Indra terbuat dari coral, lantai na terhias dengan emerald yang tak ternilai, tembok-tebokna terbuat dari kristal, dan ilar pilar terbuat dari batu yang bernamavaidurya.canopi-canopi terhias dengan indah, tempat tempat duduk terhias dengan ruby, dan tempat tidur dari sutera, seputih busa, yang terhias mutiara. Gadis-gadis istana itu

kebanyakan dari kita bahakan tidak dapat membayangkan sebuah rumah dengan tembok2 kristal, coral steps, lantai yang dilapasi jamrud, kursi kurs dilpaisi ruby, dan tempat-tempat tidur dilapaisimutiara. Namun disisni adalah sebuah uraian istana amat besarsejenis ini, dimana banyak orang tinggal. Ini adalah wilayah surga dimana hanya merka yang kualifaid dapat memasukinya. Kita taka akan mampu pergi kesana dengan alat alat roket atau capsul ruang angkasa. Satu satu cara yang sebenarnya kita dapat memasuki atmosfer kahyangan atau surga adalah dengan kegiatan-kegiatan saleh, karma baik, atau kesempurnaan mistis. Bagaimana pun, bagi mereka syng benar2 bijaksana, mencapai surga tak begitu penting.

Kesempatannya ada di bumi ini

Seorang manusia bijaksana yang pebnuh pengetahuan bagaimana dunia ii bekerja tahu bahwa di planet-planet surga, dan dimanapun juga, ada kelahiran dan kematian. Para penduduk planet-planet atashidup sangat lama dilihat dari perhitungan bumi, namun akhirnya disana juga kehiduapn akan berakhir. Bagaimaan pun juga, masih di dalam dunia material ini, diaman segala sesuatunya secara beratahap merosot, rusak dan terbagi/hancur. Seperti halnya seseorang menabunga uang, pergi berlibu ke hawai atau suatu tempat dan menghabiskan kesluruhan waktu untuk dapat menikmati, bersantai, dan hanya melakukan segala sesuatau yang ia suka, ketika uang habis dipakai maka ia harus kemabali pualang keruamah dan kembali bekerja. Sama halnya seperti itu, setelah seseorang melaksanakan banyak perbuatan saleh dan mengumpulkan berimpah karma baik, orang mungkin dapat memasuki wilayah surga untuk hidup dan menikmati Selma ribuan tahun. Namun ketika reaksi reaksi saleh yang terkumpul telah habis digunakan, keberadaannya di surga berakhir dan dia mulia lagi sistem planet tengah bumi untuk memulai lagi. Hal ini dijelaskan didalam Munduka Upanisahd (1.2.10): “dengan menganggap kurban dan kegiatan baik/kebajikan sebagai yang terbaik, orang-orang bodoh ini tidak mengetahui kebaiakan yang lebih tinggi,.dan setelah menikmati (pahala meraka) di surga ng lebih tinggi, yang didapat dari kegiaran baik, mereka masuk lagi bumi ini atau yang lebih rendah.”

Oleh karena itu, Resi-resi yang penuh pengetahuan menganggap surga dan segala kemewahannya tidak lebih dari sekedar phantasmagoria, sebuah mimpi yang menkjubkan namun temporer. Itulah, dalam kenyataanadalah kehidupan diatas segala lecel eksistensi di dalam ciptaan material ini. Oleh karena itu sri Krishna Menjelaskan di dalam Bhagavad Gita : “dari planet yang paling tinggi sampai planet yang paling rendah, semuanya adalah temapat-tempat kesengsaraan dimana berlangsung kelahiran dan kematian yang berulang. Namun dia yang telah mencapai Tempat Tinggal-Ku, wahai putera Kunti, tak akan pernah lahir lagi.” (bg. 8.16)

Mereka yang serius sibuk dalam jalan spiritual tidak punya concern apakah meerkea memasuki surga atau neraka. Bagi mereka, surga dapat menjadi neraka tanpa Pemujan pada Tuhan dan neraka dapat menjadi surga hanya dengan bermeditasi pada atmosfer spiritual. Tidak begitu penting diaman kamu berada, namun bagaiman kamu menggunakan waktumu yang membuat beda, seperti dijelasakn dalam sloka berikut ini.

“Oh TUhan, kami berdoa semoga Engkau membiarkan kami lahir di dalam segala keondisi kehidupan neraka, kalau hati kami dan pikiran kami selalu sibuk di dalam pelayann suci kepada Kaki-padma-Mu, kata-kata kami menjadi lebih indah (hanya dengan membicarakan segala kegiatan mu) seperti halnya daun tulasi dipercantik ketika dipersembahakan kepad Kaki-Padma_Mu, dan sepanjgan telinga kami selaliu mendengar tentagn sefat-sifat rohani-Mu.” (Bhag.3.15.49)

sekarang kita dapat mulai melihat planet tengah, yaitu bumi, adalah tempat dimana seseorang dapat pergi ke surga, atau ke neraka, atau ke dunia rohani yang sepenuhnya berada diluar ciptaan/dunia material ini. Di surga, atmosfernya sangat kondusif untuk kenikmatan indera dimana seseorang sulit sekali berkonsentrasi untuk embuat kemajuan dalam spiritual. Di planet-planet yang lebih rendah, hidup terlalu menderita dan sengsara, atau masyarakatnya terlalu materialistic untuk sibuk dalam kegiatan spiritual. Tetapi di planet pertengahan ini, umumnya hdiup tidak begitu surgawi atau nerakawi. Oleh karena itu, ia merupakan lingkungan yang cocok untuk seseorang melaksanakan jalan spiritual.

“Karena bentuk kehidupan manusia merupakan posisi yang mulia untuk keinsyafan spiritual, semua para dewa di surga berbicara seperti ini: Betapa hebatnya makhluk manusia ini karena lahir di Bharata-varsha (planet bumi). Mereka pasti telah melaksanakan kegiatan-kegiatan saleh berupa pertapaan di masa lalu, atau Pribadi Tuhan Yang Maha Esa Sendiri sudah puas dengan mereka. Kalau tidak, bagaimana mungkin mereka sibuk di dalam pengabdian suci dalam begitu banyak cara? Kita para dewa hanya dapat bericta-cita untuk mendapat kelahiran sebagai manusia di Bharata-varsha untuk melaksanakan pengabdian suci, namun umat manusia ini sudah melaksanakan disana.(Bhag. 5.19.21)

“Setelah melaksankan tugas yang amat sulit dalam kurban suci ritualistic Veda, melaksanakan pertapaan, melaskasnakan sumpah dan berderma, kami telah mendapatkan kedudukan ini sebagai penduduk planet-planet surga. Namun apakah nilai dari prestasi ini? disini kami sangat sibuk dalam kepuasan indera material, dan oleh karena itu kami sangat sulit untuk mengingat Kaki-Padma Narayana. Tentu saja, karena pemuasan indera yang berlebhian, kami hampir selalu melupakan Kaki-PadmaNya.” (Bhag.5.19.22)

“Sebuah hidup singkat di tanah Bharata-varsha adalah lebih baik dibanding sebuah hidup di Brahmaloka selama jutaan dan miliaran tahun karena jika seseorang diangkat ke Brahma Loka, dia juga mengulamgi kelahiran dan kematian. Meskipun hidup di Bharata varsha, sebuah planet yanglebih rendah, sangat singkat, namun orang yang hidup disana daoat meningkatkan dirinya ke dalam Kesadaran Krishna penuh dan mencapai kesempurnaan tertinggi, bahkan dalam dalam hidup yang singkat ini, dengan sepenuhnya menyerahkan diri kepada Kaki-Padma Tuhan. Demikianlah seseorang dapat menapai Vaikunthaloka (planetplanet rohani), dimana tidak ada kecemasan dan tidak pula ada kelahiran kembali dalam badan material.” (bhag.5.19.23)

“Bharata varsa menawarkan llingkangan dan tempat yang tepat dimana melaksanakan Pengabdian suci (Bhakti-Yoga), yang dapat membebaskan orang dari segala akibat jnana (pengetahuan spekuasli) dan karma. Jika seseorang mendapatkan sebuah badan manusia di tanah Bharata varsha, dengan organ sensori yang jelas dengan mana dapat melaksansakan sankirtan yajna 9 mengucapakan atau menyanyikan dan keagungan nama suci Tuhan), tetapi walupu ada kesempatan ini ia tidak menjalankan pengabdian suci, maka dia memang seperti hewan dan burung hutan yang bebas yang kurang pemeliharaan dan oleh karena itu sekali lagi terntagkap oleh pemburu.” (bhag. 5.19.25)

Ayat-ayat ini dari Srimad-Bhagavatam secara langsung menekankan kesempatan jarang yang ktai dapat sekarang yang kita tahu diri kita sudah berada di planet bumi ini. Orang yang tidak menggunakan kesempatan seperti ini untuk sibuk dalam pncarian untuk kemajuan spiritual, maka pastilah hidup hanya untuk mati tanpa membaut kemajuan yang nyata kearah kekebabasan dari eksisitensi material. Bahkan para dewa berdo auntuk lahir di Bharata varssha.

Surga & Neraka

dan Struktur Dasar Alam Semesta

(Artikel berikut diambil dari buku “The Secrets Teachings of Veda” bab 7 diterjemahkan dan dipublikasikan atas izin tertulis dari Stephen Knapp. tulisan Sthepen Knap yang lain dapat liat di www. Sthepen-knapp.com)

Beberapa bab terakhir telah menjelaskan bagaimana seseorang bisa mencapai/mendapatkan masa depan yang baik atau buruk menurut berbagai jenis kegiatan yang ia lakukan. Disebutkan bahwa orang dapat mencapai surga atau neraka sebagai hasil dari segala kegiatan mereka. Hal ini terjadi berdasarkan kombinasi karma yang telah dikumpulkan oleh seseorang dan dari sifat-sifat tertentu alam materiil yang ia miliki. Namun, apakah yang sebenarnya surga dan neraka itu? Apakah surga merupakan sebuah tempat dimana kita dapat menikmati hidup secara abdi bersama dengan yang pernah kita kenal dan pernah kita cintai? Apakah Neraka merupakan sebuah tempat dimana kita menderita kutukan abadi atas berbagai kesalahan karena tidak hidup seperti layaknya yang diyakini beberapa orang ? atau apakah kita diberikan kesempatan sekali di dalam kehidupan ini untuk mencapai surga atau terkutuk di neraka abadi? Atau semua ini hanyalah tingkatan pikiran?

Banyak orang memiliki banyak kesalah-pahaman tentang apa itu surga dan apa itu neraka. Kebanyakan orang setuju bahwa menjalani sebuah kehidupan yang kedengaran religius untuk mencapai surga, adalah tujuan tertinggi. Tetapi untuk meluruskannya, kita harus memiliki uraian tentang surga dan neraka secara mendetail, dan pengetahuan seperti ini dapat ditemukan di dalam literatur Veda.

Pertama-tama, kitab-kitab Veda setuju sistem planet bumi ini merupakan sistem planet pertengahan di alam semesta. Dari sini seseorang dapat naik ke planet-planet surgawi atau turun ke planet-planet neraka. Seluruhnya, alam semesta ini tersusun atas empat belas susunan sistem planet, dan seperti halnya kita telah lahir di planet bumi ini, kita dapat juga meningkatkan diri dengan kegiatan-kegiatan kita untuk lahir di setiap berbagai susunan planet baik yang diatas maupun yang dibawah. Untuk lebih memahami bagaimana semua hal ini terjadi, pertama kita harus mengerti diamanakah surga dan neraka berada di dalam alam semesta ini?.

STRUKTUR DASAR ALAM SEMESTA

Untuk memulai penjelasannya, kitab mengumpamakan ciptaan kosmos (alam semesta) materiil sebagai sebuah awan di dalam sebuah sudut Angkasa rohani. Di dalam awan ini ada alam semesta yang jumlahnya tak terhitung/terhingga. Setiap alam semesta ditutupi oleh sebuah cangkang yang terbuat dari unsure-unsur materiil, yang menjadikan sisi dalamnya sepenuhnya gelap kecuali di daerah sinar matahari. Srimad Bhagavatam (3.11.41) menjelaskan: “Lapisan-lapisan unsur yang menutupi alam semesta, masing-masing sepuluh kali lebih tebal dari lapisan sebelumnya, dan kumpulan seluruh alam semesta bersama-sama kelihatan bagai atom-atom dalam kombinasi yang besar.”

Hal ini menandakan bahwa jika kita bertualang ke kulit luar yang gelap alam semesta, maka kita akan melewati sebuah cangkang yang terbuat dari unsur tanah yang mengelilingi alam semesta. Ketebalan cangkang ini sepuluh kali lebih tebal dibandingkan lebar alam semesta. Lapisan cangkang yang Pertama adalah lapisan tanah, kemudian ada lapisan air yang tebalnya sepuluh kali tebal lapisan tanah, kemudian ada lapisan-lapsaian (secara berurutan) api, udara, ether, pikiran, kecerdasan dan keakuan palsu. Tentu saja, wujud unsure-unsur di lapisan-lapisan ini lebih halus daripada berbagai wujudnya kita temukan di muka Bumi ini. Interior alam-semesta sangat kecil dibandingkan lapisan-lapisan berbagai unsur yang mengelilinginya. Oleh karena itu, tak pelak lagi, tak seorang pun akan pernah mampu keluar dari alam-semesta ini dengan segala alat mekanik atau dengan cara kesempurnaan material.

Berdasarkan literatur Veda, Matahari terletak di bagian pertengahan. Seperti diuraikan dalam Srimad Bhagavatam (5.20.43-46): “Matahari berada di pertengahan alam-semesta, yaitu di wilayah ruang (antariksha) antara Bhurloka dan Bhuvarloka. Planet matahari membagi segala arah alam-semesta. Karena kehadiran mataharilah kita dapat mengerti apa itu angkasa, apa itu planet-planet yang lebih tinggi, dan apa itu dunia ini

Kitab-kitab Veda sering menguraikan berbagai jenis planet dengan sebutan Dvipa atau Varsha, yang berarti pulau dan pelindung bagi banyak makhluk hidup, di dalam samudra luas ruang angkasa ini. Setiap planet diatur berbeda satu sama llain dengan masing-masing iklimnya, ciri khas (feature)nya, ketakjubannya dan dilengkapi dengan berbagai jenis benda-benda untuk memenuhi kebutuhan berbagai penghuninya yang spesifik pula. Diuraikan dalam Padma Purana bahwa ada 8.400.000 spesies (jenis) kehidupan dan masing-masing spesies memiliki tempat hidupnya masing-masing berupa lingkungan tertentu yang ada dalam berbagai planet. Beberapa spesies kehidupan ada di dalam air, beberapa di udara, beberapa di dalam dan beberapa diatas tanah, beberapa di dalam panas atau api. Oleh karena itu, bukan suatu yang mengherankan ada kehidupan di planet-planet yang lain, seperti yang diuraikan di dalam kitab-kitab Veda, baik kehidupan seperti itu dapat kita lihat maupun tidak, dengan indera-indera atau peralatan kita yang tumpul/tidak sempurna.

Planet Bumi yang berada di tengah sistem perplanetan, disebut Bharata-varsha atau Jambudvipa. Kitab Srimad Bhagavatam (5.20.3-42) menguraikan enam planet utama lainnya di atas Jambudvipa. Planet-planet itu adalah Plaksadvipa lalu Salmalidvipa. Diatasnya ada Kusadvipa, atau planet bulan. Diatas Kusadvipa ada Krauncadvipa yang memiliki lebar 12.800.000 mil. Diatasnya ada Pulau (baca : planet) Sakadvipa, merupakan planet bagi orang-orang saleh, yang mana para penduduknya melaksanakan pranayama dan Yoga-Mistis, dan dalam Samadhi memuja Penguasa Tertingi dalam wujud Vayu.

Planet berikutnya adalah Puskaradvipa atau Brahma loka, yang memiliki diameter 51.200.000 mil dan dikelilingi oleh samudra yang berisi air yang sangat lezat. Di planet ini ada bunga padma raksasa dengan 100.000.000 mahkota/kelopak bunga dari emas murni, seterang nyala api. Bunga ini dianggap tempat duduknya dewa Brahma, makhluk hidup yang paling perkasa di alam semesta dan oleh karena itu kadang-kadang disapa denga sebutan Bhagavan. Penduduk planet ini memuja Yang Kuasa yang diwakili oleh dewa Brahma. Di tengah pulau ini ada gunung besar yang bernama Manasottara, yang memiliki batas antara sisi dalam dan sisi luar pulau itu. Lebar dan tingginya 80.000 mil.

Di gunung itu, di keempat arahnya, merupakan markas-markas kediaman para dewa seperti dewa Indra. Di dalam kereta dewa-matahari, sang matahari menjelajahi puncak gunung itu di dalam sebuah orbit yang bernama Samvatsara, melingkari gunung Meru. Jalur matahari di sebelah utara disebut Uttarayana, dan jalurnya disebelah selatan disebut Daksinayana. Satu sisi (enam bulan, musim panas kita) mewakili satu siang bagi para dewa, dan sisi yang lain (enam bulan, musim dingin kita) mewakili malam mereka. Dengan cara begini, kita dapat mengerti bahwa satu tahun kita tak lain adalah sehari bagi para dewa. Oleh karena itu hidup mereka sangat panjang, hampir seperti kekal jika dibandingkan dengan hidup kita. Itulah kenapa beberapa agama mengatakan kehidupan di surga adalah kekal.

Tidak perlu dikatakan, ini merupakan uraian sebagaian dari planet-planet atas dan letak mereka seperti yang diuraikan oleh para mistikus di dalam literature Veda. Tetapi, seperti dengan mudah kita mulai dapat lihat, hanya orang-orang yang saleh dan maju secara spiritual dapat memasuki planet-planet surga yang lebih tinggi ini. Oleh karena itu, mereka yang kurang beriman dan tidak bertuhan hanya dapat memasuki planet-planet bawah.

Srimad Bhagavatam (5.24.1-6) menjelaskan bahwa dibawah planet-planet atas ‘higher planets’ ini, namun masih diatas bumi, ada planet-planet yang lain, yaitu mulai dari planet Rahu yang berjarak 80.000 mil di bawah matahari. Planet ini bergerak bagaikan salah satu bintang namun ia merupakan sebuah planet gelap dan tak terlihat; namun, keberadaannya dapat dilihat kadang-kadang ketika ada sebuah gerhana. Dibawah rahu 80.000 mil lagi ada planet-planet yang bernama Siddhloka (dimana hidup para Siddha, atau makhluk2 yang secara alamiah memiliki kesempurnaan mistis, seperti terbangan dari satu planet ke planet ke planet yang lain tanpa memakai mesin), Caranaloka (dimana hidup para Carana atau para makhluk mirip minstrel) Gandharvaloka (dimana hidup para Gandharva atau makhluk malaikat), dan Vidyadharaloka (dimana hidup para Vidyadhara, makhluk-makhluk halus yang menguntungkan, yang amat cantik dan bijaksana). Di bawah planet-planet ini merupakan tempat kenikmatan untuk para Yaksha (makhluk mak halus misterius yang sering mengunjungi sawah-sawah dan hutan-hutan), para Rakshasha (makhluk raksasa yang mengembara tiap malam, dan juga membentuk kapal dan dapat mengambil wujud seperti anjing, burung hering, burung hantu, orang kerdil, dll).Para Pishaca (makhluk-makhluk iblis yang makan daging, dapat merasuki orang-orang dan berkumpul di kuburan atau tempat crematorium dengan hantu lainnya), dan makhluk lainnya seperti hantu dan yang lainnya.

Di bawah planet-planet yang gelap dan tak terlihat ini, sekitar ratusan mil adalam planet bumi.

Dibawah bumi ada tujuh planet lainnya, yang bernama Atala, Vitala, Sutala, Talatala, Mahatala, Rasatala dan Patala. Di tujuh system planet ini, yang juga terkenal dengan nama Surga bawah (bila-svarga), ada rumah-rumah, taman-taman dan tempat kenikmatan indera yang sangat indah, dan bahkan lebih mewah dibanding planet-planet diatas karena para raksasa memilki standar kenimatan sensual yang sangat tinggi. Sebagian besar para penduduk planet-planet ini menikmati hidup tanpa gangguan. Demikianlah mereka dapat dimengerti sangat terikat kepada kebahagian ilusi.” (Bhag. 5.24.87-9)

Selanjutnya Bhagavatam menjelaskan planet dibawah Atala adalah planet Vitalka, dimana dewa Shiva tinggal dengan rekan-rekan pribadinya, para hantu dan makhluk sejenisnya. Planet dibawahnya adalah Sutala dimana Bali Maharaj tinggal bahkan sampai sekarang. Dibawah planet Sutala adalah planet Talatala, yang diperintah oleh raksasa Danava bernama Maya. Maya dikenal sebagai Acharya 9 guru dari semua Mayavi (penyihir), yang dapat mengundang kekuatan sihir. Planet dibawah Talatala bernama Mahatala. Planet ini adalah kediaman ular-kepala-banyak, keturunan Kadru, yang selalu suka marah.

Di bawah Mahatala ada planet bernama Rasatala, yang merupakan tempat putera-putera raksasa dan keturunan Diti dan Danu. Mereka sangat perkasa dan kejam dan semuanya merupakan musuh para dewa. Dibawah Rasatala ada sistem planet lain yang bernama Patala atau Nagaloka, dimana banyak ada ular-raksasa. Pemimpin mereka adalah Vasuki. Mereka semua sangat pemarah, dan mereka memiliki sangat banyak kepala. Kepala-kepala ini dihiasi dengan permata-permata berharga, dan cahaya yang memancar dari permata-permata ini menyinari semua system planet di bila-svarga.

Tepat 240.000 mil dibawah Planet Patala tinggal salah satu inkarnasi Tuhan Yang Maha Kuasa. Dia adalah Ekspansi Sri Vishnu yang bernama Sri Ananta atau Sri Sankarsana. Sri Sankarana merupakan lautan sifat-sifat rohani tak-terbatas, oleh karena itu Dia juga disebut Anantadeva. Dia tak berbeda dengan Pribadi Tuhan Yang Maha Esa. Sendiri. Untuk kesejahteraan semua Makahluk hidup didalam dunia materiil, Dia bersdia tinggal disana, menahan kemarahan dan intoleran-Nya.

Pada waktu peleburan (kiamat), Ketika Sri Anantadeva ingin menghancurkan seluruh cipataan, Dia menjadi sedikit marah. Kemudian dari dua alis-Nya muncul Rudra bermata tiga, membawa trisula. Rudra ini merupakan ekspansi dari dewa Shiva, muncul dengan tujuan menghancurkan seluruh ciptaan.

Para dewa, para raksasa, para Uraga, Siddha, Gandharva, Vidyadhara dan banyak resi-resi maju menghaturkan doa-doa secara teratur kepada Sri Anantadeva. Sri Anantadeva memuaskan pelayan-pelayan-Nya, yaitu dewa-dewa utama, dengan getaran-getaran yang manis yang memancar dari Mulut-Nya. Dia mengenakan pakaian berwarna kebiruan dan mengenakan anting tunggal, membawa sebuah bajak di punggung-Nya dengan dua tanganNya yang berbentuk dengan baik dan indah. Kelihatan seputih Raja Surga, Indra. Dia juga mengenakan sebuah ikat pinggang keemasan, dan sebuah kalungan bunga vaijayanti yang terbuat dari tulasi yang selalu segar di leher-Nya. Dengan cara begini, Dia menikmati lila-Nya yang penuh berkat.

Srimad Bhagavatam menguraikan bahwa tidak ada aklhir bagi keagungan dan kebesaran sifat sifat Sri Anantadeva Yang Perkasa. Tentu saja, Kekuatan Sri Anantadeva tak terbatas. Meskipun Dia Self-Sufficient, Namun Dia Sendiri merupakan penyangga segala sesuatu. Sri Anantadeva berada dibawah system planet paling bawah diatas lautan Garbhodaka dan dengan mudah menopang seluruh alam semesta.

Di atas kediaman Sri Anantadeva, di pertengahan ruang antara tiga-dunia dan lautan luas Garbhodaka-yang memenuhi bagian bawah alam semesta, merupakan tempat dimana planet-planet neraka berada. Planet-planet neraka ini berada di bagian selatan alam semesta, di bawah Bhu-mandala, dan sedikit diatas air lautan Garbhodaka. Pitriloka, planet para leluhur, juga terletak di wilayah antara lautan Garbhodaka dan system planet paling bawah. Semua penduduk Pitriloka, dipimpin oleh Agnisvatta, bermeditasi di dalam Samadhi yang khusuk kepda Tuhan Yang Maha Esa dan selalu dan selalu mengharapkan keluarganya baik-baik saja.

Uraian tentang Neraka

Planet-planet Neraka merupakan destinasi bagi mereka yang ber-ajal untuk mengalami penderitaan sebagai pahala atas segala kegiatan mereka yang jahat dan keji, tentu saja jika orang-orang bisa memutuskan/memilih, untuk diri mereka sendiri, apakah akan pergi ke neraka atau tidak, maka tak seorang pun memilih pergi kesana. Tapi sayangnya kita tak bisa memilih, dan hal ini tergantung pada otoritas-otoritas yang lebih tinggi, yang menyaksikan dan menghakimi segala tindakan kita. Ada kesalah-kaprahan umum diantara banyak orang bahwa sepanjang apa yang kita lakukan tidak membahayakan seseorang atau tak terilihat siapa pun, maka kita bebas melakukan segala hal yang kita inginkan. Namun kitab Veda menekankan bahwa, “matahari, api, angkasa, udara, para dewa, bulan, senja, malam, siang, segala-arah, air, tanah, dan Roh Yang Utama (Paramatma) Sendiri semuanya menyaksikan segala kegiatan Makhluk hidup.” (bhag.6.1.42) menurut saksi-saksi ini, makhluk hidup tak dapat pergi kemana pun dimana tak ada yang melihat apa yang dilakukannya.

Penguasa planet-planet neraka dan pengatur akhirat-afterlife mereka yang diajalkan untuk menghuni wilayah alam-semesta yang lebih gelap ini adalah Yamaraja. Srimad Bhagavatam menguraikan bahwa Yamaraj tinggal di Pitriloka bersama pelayan-pelayan pribadinya dan sambil menerapkan aturan dan peraturan yang ditetapkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, memiliki agen-agen yang bernama Yamadhuta (para bala tentara Yamaraja), menyeret semua orang-orang berdosa padanya segera setelah mereka mengalami kematian. Setelah mereka membawa ke pengadilanya, beliau menghakimi secara pantas mereka sesuai kegiatan berdosa khusus mereka dan mengirim mereka ke salah satu planet-planet neraka untuk hukuman yang cocok.

“Beberapa otoritas mengatakan bahwa ada total 21 planet neraka, dan beberapa mengatakan 28. nama-nama planet neraka itu adalah : Tamisra, Andhatamisra, Raurava, Maharaurava, Kumbhipaka, Kalasutra, Asipatravana, Sukaramukha, Andhakupa, Krmibhojana, Sandamsa, Taptasurmi, Vajrakanttaka-salmali, Vaitrani, Puyoda, Pranarodha, Visasana, Lalabhaksa, Sarameyadana, Avici, Ayahpana, Ksarakardama, Raksogana-bhojana, Sulaprota, Dandasuka, Avatanirodhana, Paryavartana da Sucimukha. Semua planet-planet neraka ini dimaksudkan sebagai tempat hukuman bagi makhluk hidup.” (Bhag. 5.26.7)

Diseluruh literature Veda, khususnya di dalam kitab-kitab Purana, ada uraian mengenai planet-plnaet neraka ini. Kami hanya akan memasukan sebagaian kecil dari utaian2 ini agar tidak membuat bab ini terlau panjang, tetapi sekurang-kurangnya kita dapat melihat tempat semacam apakah neraka itu dan orang-orang macam apa saja yang diangkut kesana.

“Seseorang yang mengambil alih istri sah, anak-anak atau uang orang lain diseret pada saat kematian, oleh Yamadhuta yang menakutkan, yang mengikatnya dengan tali waktu dan melemparkannya dengan paksa kedalam planet-planet neraka yang bernama Tamisra. Di planet yang gelap ini, orang-orang berdosa di hukum oleh para Yamadhuta, yang memukuli dan memarahinya. Dia menderita kelaparan, dan ia tak diberikan air untuk diminum. Demikianlah para asisten Yamaraj yang penuh murka, membuatnya menderita, dan kadang-kadang ia jatuh pingsan menerima berbagai siksaan mereka.” (Bhag.5.26.8).

“Di dalam kehidupan ini, orang-orang melakukan kekerasan terhadap para makhluk hidup. Oleh karena itu, setelah kematian, ketika ia di seret ke nerka oleh Yamaraj, para maklhuk hidup itu yang dulu ia sakiti muncul sebagai binatang yang bernama ruru untuk memberikan rasa yang amat sakit padanya. Orang terpelajar menyebuit neraka ini Raurava. Hewan ini tak dapat kita lihat di bumu, ruru ini bersifat leih iri daripada ular.” (bhag.5.26.11)

Mengenai hal ini, setiap orang dapat melihat bahwa ada orang-orang yang memiliki mentalitas raksasa/iblis dan bersenang-senang dengan menyakiti maklhuk lain tanpa rasa adil/justiable. Orang yang melakukan kekerasan seperti itu akan diseret ke Raurava, dimana para makhluk hidup yang telah mereka sakiti di masa lalu mengambil wujud sebagai ruru danmemberikan penderitaan yang luar biasa kepada mereka, seperti dijelaskan dalam ayat berikut :

“Hukuman di neraka yang bernama Maharaurava adalah wajib bagi orang memelihara badannya dengan menyakiti yang lain. Di neraka ini, pada hewan ruru yang dinekal dengan nama krayavada menyiksanyadan memakan dagingnya. Untuk pemeliharaan badan mereka dan untuk kepuasan lidah mereka, orang-orang jahat/cruel memasak hewan-hewan dan burung–burung lemah/poor dan hidup2. orang-orang seperti itu dikutuk bahkan oleh pemakan-manusia. Pada kehidupan mereka kemudian, mereka dieret oleh para Yamadhuta ke neraka yang bernama kumbhipaka, dimana mereka di dalam minyak yang mendidih.” (bhag.5.26.12-13)

“Seorang pembunuh brahmana dimasukkan ke neraka yang bernama Kalasutra, yang memiliki garis tengah.jari-jari 80.000 mil dan seluruhnya terbuat dari tembaga. Dipanasi dari bawah oleh api dan dari atas oleh matahari yang membara, permukaan tembaga planet ini sangat panas sekali. Demikianlah para pembunuh brahmana menderita terbakar baik dari dalam maupun dari luar. Dari dalam ia terbakar oleh rasa lapar dan haus, dan dari luar dia terbakar dari pansa matahari dan api yang berada dibawah permukaan tembaga. Oleh karena itu ia kadang-kadang terbaring, kadang duduk, kadang-kadang berdiri, dan kadang2 berlari kesana kemari. Dia harus menderita seperti ini selama ribuan tahunsebanyak rambut di tubuh hewan (yang ia bunuh).” (bhag.65.26.14)

“Di dalam kehidupannya berikutnya, seorang raja atau wakil pemerintah yang berdosa yang menghukum orang yang tak berdosa, atau yang memberikan hukumana pada badan seorang brahmana, diseeret oleh Yamadhuta ke nereaka yang bernama Sukharamuka, dimanaasisten Yamaraj yang paling perkasamenghancurkannya précis seperti orang menghancurkan tebu untuk mendapatkan airnya. Para maklhuk hidup yang berdosa menangis ……, sama seperti seorang manusia yang tak berdosa melaksanakan hukuman. Ini adalah akibat dari menghukum orang yang tak bersalah.” (bhag.5.26.16)

“Seseorang who in the absence of an emergency Merampok, permata (atau benda-benda berharga) dan emas milik seorang brahmana -atau malahan, orang lainnya—ditempatkan kedalam neraka bernama Sandamsa. Disana kulitnya dilapisi dan dipisahkan oleh bola-bola dan jepitan besi merah-panas, maka keseluruhan badannya terpotong menjadi berkeping-keping.” (Bhag.5.26.19)

Ketika menuli bagian ini dan tingal di Detroit, adalah tidak tak-umum mendengar kesedihan orang-0rang tua yang tidakpunya uang dan kelaparan dan hanya bergumul dari hari ke ahri hanya untuk bertahan hidup. Di banyak kasus, salah satu alasan mereka tidak memiliki kebutuahn lagi akan uang untuk merawat diri mereka lebih baik adalah karena mereka telah dirampok, bukan satu dua kali, tetapi banyak kali. Ini menjadikannya sangat sulit bagi orang–orang ini untuk menikmati hari-hari akhir mereka dengan kedamaian atau kebahagiaan. Bagaimana pun juga dari ayat diatas, kita dapat belajar bahwa para pencuru yang mencuri, mencoleng, dan juga memukul penduduk yang tidak berdosa/bersalah demi kesenganga sendiri berakhir di Sandamsa. Para criminal demikian mungkin bisa lolos dari hukum setempat, tetapi mereka tidak akan pernah lolos dari hukum alam yang ditetapkan oleh Tuhan. Pada waktu kematian, criminal-kriminal demikian itu dengan segera diseret oleh tentara Yamaraj dan dihukum dengan mengupas kulit mereka dengan jepitan besi panas. Jika semua pencuri tahu nasib seperti demikian menantinya setelah kematian atas penderiataan yang ia timbulkan pada yan glainnya, dia tidak akan melanjutkan kegiatan semacam itu

“Seorang laki-laki atau wanita yang terlibat dalam hubungan seksual dengan pasangan tak sahnya, dihukum setelah kematian para asisten Yamaraj di neraka yang bernama Taptasurmi. Disanalah laki-laki dan wanita yang demikian dipukul dengan cambbuk. Sang laki-lki dipaksa untuk memeluk besi merah panas yang berbentuk wanita. Dan yang wanita dipaksa untuk memeluk bentuk yang serupa namun laki-laki. Itulah hukuman bagi seks yang tak sah.” (bhag.5.26.20)

Hukuman-hukuman di planet-planet neraka kedengarannya sangat kejam, namun seseorang menjadi kapok dan menyesal dengan menderita sambil megningat kegitatang-kegiaanberdosa masa lalunya. Seseorang seperti itu mungkin masih membawa pendeianyang mendalam di dalam bawah sadar mereka di kehidupannya kemudian dan akan menahan dari kegiatan yang sama di masa mendatang.

“Di wilayah Yamaraj ada ratusan dan ribuan planet-planet neraka. Orang-orang tidak saleh seperti yang telah saya sebutkan-dan yang tdak saya sebutkan—semuanya harus masuk ke berbagai planet-planet ini sesuai dengan tingkat ketidak-salehan mereka. Mereka yang saleh, bagaimanapun juga, memasuki sistem planet yang lain, yaitu planet planet para dewa, baik yang saleh maupun yang tidak saleh, kedua-duanya lagi dibawa kebumi setelah segala pahala dari kegiatan saleh atau tidak saleh mereka habis.” (bhag.5.26.37)

Dari ayat ini, kita dapat mengerti bahwa neraka bukalah sebuah tempat dmana dihukum secara abadi setelah kematian. Hanyalah reaksi bagi kegiatan-kegiatan tertentu yang keji. Namun sesuai dengan intensitas penderitaan, maka seolah-olah keliatannya kekal/abadi. Setelah reaksi atas segala kegiatan2 habis terpakai, orang itu umumnya kembali memasuki atmosfer bumiuntuk memulai lagi. Kemudian dia dapat melanjutkan mengembara lagi ke berbagai tingkat sistem planet, atau berbagai spesies kehidpan, sampai secara bertahap, ia mengalami berbagai aspek keberadaan material, dari paling bawah sampai planet-planet surga atas surga. BAGAIMANA pun juga, kita harus mengetahui bahwa mengembari terus menerus ke berbagai sistem planet/kehidupan, atau ke berbagao speseis kehidupanm, bukanlah caranya untuk mendapatkan kebahagian sejati. Kebahagian yang selalu kita rindukan berada diluar kurungan alam material ini bak dari atas sampai bawah, atau surga neraka-yang bersifat sementara di dunia ini.

Sumber: Unknow (Dikutip dari file Virabhadra Prabhu)

http://narayanasmrti.com/2011/03/22/uraian-mengenai-surga/

Sri Gaura Purnima

 

 

Sri Gaura Purnima

Oleh: Suryanto, M.Pd

Proses pelurusan kembali ajaran Veda yang telah disimpangkan dilakukan beberapa tahap oleh avatara-avatara yang muncul dan menjalankan misinya, sesuai tuntutan situasi dan keadaan. Setelah Buddha Gautama, muncullah Adi Sankaracarya, lalu disusul dengan kemunculan Sri Caitanya. Benarkah beliau avatara Sri Krishna?

Buddha Gautama harus “berpura-pura” menolak dan menyalahkan Veda, karena orang mengatasnamakan Veda untuk membenarkan pembunuhan hewan besar-besaran dan penerapan sistem kasta yang sangat tidak manusiawi. Bertolak belakang dengan ajaran pokok Veda, Buddha Gautama mengajarkan bahwa roh itu tidak ada (anatman). Buddha Gautama juga tidak memberikan penjelasan apapun tentang keberadaan Tuhan, dengan mengajarkan bahwa kebenaran tertinggi adalah kekosongan (sunyavada). Itu merupakan sebuah siasat. Dengan mengatakan tidak ada Tuhan, masyarakat pada waktu itu lalu memuja dan mengikuti Sang Buddha, yang tidak lain adalah penjelmaan Sri Visnu sendiri..

Lalu, pemurnian ajaran Veda tahap berikutnya terjadi. Dewa Siva menjelma menjadi Adi Sankaracarya (788 – 820 M) seorang brahmana dan ahli filsafat yang sangat hebat. Berkat kegiatan pengajaran Sankaracarya, ajaran Veda mulai berkembang kembali di India. Para penganut agama Buddha kembali beralih memeluk agama Hindu. Bahkan, agama Buddha yang tadinya berkembang pesat dibawah perlindungan Raja Asoka akhirnya surut pamornya di India Walaupun demikian, banyak ajaran Buddha Gautama yang diadaptasi dan dikompromikan dengan ajaran Veda oleh Sankaracarya.

Salah satunya adalah konsep tentang Tuhan. Kitab-kitab Upanisad dan kitab Vedanta mengajarkan bahwa Tuhan memiliki sifat impersonal dan sifat personal sekaligus. Artinya, Tuhan berwujud sekaligus tidak berwujud. Kalau kita telaah secara seksama, kitab Injil dan Al-Quran pun mengajarkan bahwa Tuhan memang memiliki wujud. Hanya saja, kedua kitab itu menyampaikannya secara samar-samar. Dalam Injil, misalnya, dinyatakan bahwa : “Tuhan menciptakan manusia menyerupai citra-Nya”. Jadi, kalau manusia dengan wujudnya yang sekarang adalah “pencitraan” atau gambaran Tuhan, bukankah itu berarti bentuk atau wujud Tuhan duluan ada,  Aspek Tuhan yang ‘tidak berwujud’ dan ‘tidak bersifat’ seperti itu dalam bahasa Sanskerta disebut Brahman.

Sedangkan sifat personal  Tuhan, disebut Bhagavan. Agar mudah dipahami, kalau Brahman diibaratkan cahaya, maka Bhagavan adalah “sumber cahaya itu”. Pada siang hari yang cerah, kita hanya bisa melihat cahaya matahari yang menyilaukan, sedangkan bola matahari sendiri tidak tampak. Bulatan bola matahari yang besar itu tertutupi oleh cahaya yang menyilaukan.  Begitu pula, Brahman adalah cahaya yang menyilaukan yang menutupi  badan rohani Tuhan. Hal ini dibenarkan dalam Bhagavad-gita ( 14.27 ), di mana Sri Krishna menyatakan:

brahmaëo hi pratiñöhäham

amåtasyävyayasya ca

çäçvatasya ca dharmasya

sukhasyaikäntikasya ca

Aku adalah sandaran Brahman yang tidak bersifat pribadi, yang bersifat kekal, tidak pernah mati, tidak dapat dimusnahkan, kedudukan dasar kebahagiaan yang paling tinggi.”

Sebaliknya, Sankaracarya mengajarkan bahwa Brahman adalah aspek Tuhan yang tertinggi. Artinya, bahwa  Tuhan itu ada,  tapi tidak berwujud (nirvisesa), tidak bersifat (nirguna), dan tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata (sunya) . Menurut Sankaracarya sosok-sosok seperti  Krishna, Visnu, Brahma, Siva, Durga, Ganesha, dan dewa-dewa lainnya hanyalah merupakan “perwujudan” atau manifestasi dari Tuhan yang tidak berwujud itu. Inilah bentuk kompromi antara ajaran Buddha Gautama dan ajaran Veda.

Bagi Buddha Gautama, tidak ada Tuhan, tidak ada Sang Pencipta. Sebaliknya, Veda mengajarkan bahwa ada Sang Pencipta, yang memiliki wujud rohani. Tentu saja, titik temu antara kedua ajaran yang bertolak belakang itu adalah Tuhan itu ada, tapi tidak berwujud. Dengan jalan tengah itu, Sankaracarya memang berhasil menjalankan misinya. Sebuah misi yang sesungguhnya diawali oleh Buddha Gautama sendiri sebagai avatara Visnu.

Keberhasilan Sankaracarya memang pantas dicatat, pengaruhnya masih terasa hingga sekarang ini dalam filsafat Hindu. Kalau saat ini kita mengenal konsep penyatuan atman dengan Brahman, konsep Tat Tvam Asi, dan sebagainya, semua itu adalah ajaran  Sankaracarya. Bahkan, konsep Tri Murti, yaitu bahwa Brahma, Visnu, dan Siva adalah manifestasi dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang tidak berwujud – adalah aplikasi ajaran Sankaracarya  di Indonesia. Akan tetapi, kalau ditelaah kembali, maka ajaran Sankaracarya tersebut masih belum sepenuhnya sesuai dengan ajaran Veda  seperti murninya. Mengapa demikian?

Karena sebenarnya dalam kitab-kitab Veda dinyatakan bahwa Tuhan itu Esa dan berwujud. Dalam menjalankan “roda pemerintahan alam semesta” Tuhan yang Esa itu dibantu oleh para dewa yang diciptakan oleh Tuhan Sendiri. Ibarat sebuah pemerintahan, Tuhan adalah seorang raja atau presiden, sedangkan para dewa adalah para mentri yang memimpin departemen tertentu. Para dewa sebenarnya sama dengan malaikat dalam istilah agama Kristen dan Islam. Ada malaikat Ridwan penjaga sorga, kita mengenal dewa Indra sebagai raja sorga. Ada Dewa Yama sebagai dewa kematian, ada malaikat Isroil sebagai malaikat pencabut nyawa.  Jadi  dewa bukanlah Tuhan seperti yang selama ini banyak disalahpahami bahkan oleh orang Hindu sendiri. Karena itulah Sankara tidak menyusun ulasan apapun terhadap kitab Bhagavata Purana yang menguraikan identitas Sri Krishna sebagai Bhagavan atau Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Sebagaimana kita ketahui, Sankara sendiri menyusun syair Bhaja Govindam yang sangat termasyur itu. Govinda adalah nama lain dari Sri Krishna.

Dalam perkembangannya, bermunculanlah acarya atau guru-guru yang mengoreksi ajaran-ajaran Sankaracarya. Diantaranya yang terkenal adalah Ramanujacarya dan Madhavacarya. Keduanya mengajarkan bhakti, yang menyatakan bahwa atman tidak pernah menyatu dengan brahman dalam arti yang sesungguhnya. Bhakti berarti pengabdian dan pelayanan kepada Tuhan dengan dilandasi oleh cinta kasih. Seorang bhakta tidak pernah mencita-citakan untuk menyatu dan menunggal dengan Tuhan. Yang menjadi keinginannya hanyalah  mengabdi dan melayani Tuhan dengan cinta yang tanpa pamrih. Cinta adalah sesuatu yang melibatkan kegiatan menerima (take) sekaligus memberi (give). Jadi, love melibatkan take and give. Harus bertimbal balik, dan tidak satu arah. Kalau hanya menerima saja tanpa pernah memberi, itu namanya pemerasan, bukan cinta. Cinta atau bhakti mengisyaratkan adanyapihak  yang mencintai dan obyek yang dicintai. Dalam ajaran Veda, obyek tertinggi cinta bhakti adalah Tuhan Sendiri. Ilmu pengetahuan inilah yang disebut dengan bhakti yoga. Menurut Steven Rosen (1996), tradisi Vaisnava atau bhakti yoga inilah yang merupakan praktek keagamaan tertua yang diikuti oleh masyarakat India, sebelum terjadinya penyimpangan Veda.

Tradisi monotheis, atau pemujaan kepada Tuhan yang Esa melalui bhakti inilah inti ajaran Bhagavad-gita dan Bhagavata Purana, dimana kedua kitab tersebut telah ada sejak 5107 tahun yang lalu. Banyak orang yang menganggap bahwa bhakti yoga adalah cara yang paling mudah dan remeh untuk mencapai kepada Tuhan. Karena itu banyak orang yang mengejek dan menganggap bahwa seorang bhakta adalah mereka yang kurang cerdas (kekurangan jnana) dan tidak mampu melakukan perbuatan (karma) yang lebih tinggi. Sesuai namanya, mereka menganggap bahwa Raja Yoga (meditasi) adalah yoga yang tertinggi. Tetapi, kalau benar bhakti adalah jalan termudah, mengapa orang tidak berbondong-bondong melakukannya? Mengapa memilih jalan yang lebih sulit? Mengapa tidak menempuh jalan termudah dan termurah?

Jadi, bhakti tanpa mengharapkan pamrih kepada Tuhan adalah puncak seluruh ajaran Veda sesungguhnya. Ajaran inilah yang telah disimpangkan sedemikian jauh, sehingga dalam pelurusannya dibutuhkan kemunculan Buddha Gautama dan Adi Sankaracarya. Puncak pelurusan itu terjadi dengan kemunculan Sri Krishna Caitanya, atau yang dikenal juga sebagai Sri Caitanya Mahaprabhu pada abad ke-15 Masehi. Kemunculan Sri Caitanya beserta ajarannya ini tidak banyak diketahui secara luas, sampai akhirnya pada tahun 1965, A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada memperkenalkan ajaran ini keseluruh dunia.

Dalam kitab-kitab Veda, terdapat sloka-sloka yang telah meramalkan kemunculan Sri Caitanya ini. Sri Caitanya adalah penjelmaan Sri Krishna pada jaman Kali. Dalam Mahabharata (Dhana-dharma, Vishnu Sahasranama Stotra) terdapat pernyataan yang  meramalkan identitas Sri Caitanya Mahaprabhu.

suvarna varno hemangovarangas candanangadi

sannyasa-krc chamah santonistha-santi-parayanah

 

Dalam kegiatanNya pada usia muda  Beliau muncul sebagai orang yang berumah tangga yang berwajah kuning emas. Anggota-anggota badanNya tampan sekali. BadanNya diolesi dengan tapal terbuat dari kayu cendana. Warna badannya seperti emas cair. Dalam kegiatan berikutnya, Beliau menjadi sannyasi dan Beliau tenang sentosa. Beliaulah tempat kedamaian dan bhakti tertinggi, sebab beliau membuat terdiam orang yang bukan penyembah dan tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan.” Mahabharata (Dhana-dharma, Vishnu Sahasranama Stotra)

Bagaimana kenyataannya? Apakah ramalan tersebut terpenuhi? Marilah kita simak riwayat hidup Sri Caitanya dan ajaran yang beliau sampaikan.

Sri Caitanya Mahaprabhu dilahirkan di Mayapur di kota Nadia, Benggala, India pada waktu magrib tanggal 23 bulan Phalguna tahun 1407 Sakabda, atau tanggal 18 Februari 1486. Pada saat Sri Caitanya dilahirkan, ada gerhana bulan. Sesuai dengan kebiasaan pada saat-saat seperti itu, para penduduk Nadia sedang mandi di sungai Bhagirati (Gangga) dengan mengucapkan “haribol” dengan suara keras-keras.  Ayah Sri Caitanya bernama Jagannatha Misra adalah seorang brahmana miskin yang mengikuti ajaran Veda. Ibu Sri Caitanya bernama Sacidevi adalah wanita yang memiliki segala sifat yang baik.  Sri Caitanya berwajah sangat tampan, wajah dan anggota badannya berwarna kuning keemasan. Menurut Jabir (1997) pada masa itu, kota Navadvipa merupakan kota yang menjadi pusat belajar yang menyaingi kota Benares, kota yang menjadi pusat terbesar bagi para pengikut Adi Sankaracarya. Kakek Sri Caitanya, Pandit Nilambara Cakravati, seorang ahli ilmu perbintangan yang terkenal, meramalkan bahwa Caitanya akan menjadi tokoh besar pada masanya. Cahaya badannya yang keemasan membuat Caitanya dikenal pula sebagai Gauranga. Dalam bahasa Sanskerta, “gaura” berarti emas, sedangkan “angga” artinya anggota badan. Dalam usia sepuluh tahun, Sri Caitanya telah menjadi seorang sarjana yang terpelajar dalam bidang logika, tata bahasa, ilmu berpidato, dan menguasai berbagai kitab suci. Karena itulah ia juga digelari sebagai Nimai Pandit. Disebut nimai karena beliau terlahir di bawah pohon nim (pohon nimbo). Kata pandit menunjukkan gelar bagi orang yang sangat terpelajar. Semua sarjana terpelajar kota Nadia mengakui kehebatan Sri Caitanya, yang menjadi semakin termasyur setelah ia berhasil mengalahkan Kesava Misra dari Kasmir, seorang pandit besar pada masa itu, dalam debat yang dilakukan dihadapan orang banyak.

Pada saat berusia 14 atau 15 tahun, Sri Caitanya menikah dengan Laksmi devi, putra Vallabhacarya yang juga berasal dari Nadia. Namun, tidak lama kemudian Laksmidevi meninggal dunia akibat gigitan ular berbisa.  Atas permintaan ibunya, Sri Caitanya menikah lagi dengan Visnupriya, putri Raja Pandita Sanatana Misra.  Saat berusia 16 tahun, Sri Caitanya diterima sebagai murid oleh seorang guru kerohanian bernama Isvara Puri, seorang sanyasi Vaisnava. Setelah pulang dari Nadia, Nimai Pandit mengajarkan prinsip-prinsip keagamaan, dan sifat kerohanian menjadi begitu kuat dalam Dirinya. Tokoh-tokoh Vaisnava yang lebih tua menjadi heran melihat perubahan pada diri pemuda itu. Sebelumnya Nimai Pandit tidak lebih dari seorang naiyayika yang suka berdebat, seorang smarta yang suka berargumentasi dan seorang ahli pidato yang suka mencela.  Sekarang Sri Caitanya hampir pingsan kalau  beliau mendengar nama Krishna dan beliau bertindak seperti orang yang mempunyai semangat tinggi karena pengaruh perasaan rohani.

Sri Caitanya khususnya mengajarkan proses rohani dalam bentuk pengucapan nama-nama suci Tuhan. Ajaran Sri Caitanya sama dengan ajaran yang diberikan oleh Sri Kapila, pengemuka pertama ajaran Sankhya-yoga. Filsafat sankya yang dibenarkan menganjurkan agar seseorang semadi pada bentuk rohani Tuhan. Tidak mungkin kita bermeditasi pada kekosongan ataupun pada sesuatu yang tidak memiliki sifat pribadi. Sri Caitanya Mahaprabhu mengajarkan filsafat yang disebut dengan Acintya bedhaabedha-tattva. Menurut filsafat tersebut, Tuhan Yang Maha Esa sama dengan ciptaan-Nya dan pada waktu yang samaberbeda dari ciptaan itu. Contoh yang baik untuk memahami filsafat tersebut adalah sebagai berikut. Cahaya matahari dan bola matahari dapat dikatakan sebagai dua obyek yang sama namun sekaligus berbeda pada saat yang sama. Tidak ada cahaya matahari kalau tidak ada bola matahari sebagai sumbernya. Sebaliknya, bola matahari tidak akan bermanfaat kalau tidak  memancarkan cahaya matahari. Sekarang, misalnya kita berada dalam suatu kamar yang diterangi cahaya matahari. Dapatkah kita mengatakan bahwa matahari berada dalam kamar kita, hanya karena adanya cahaya matahari dalam ruangan kita? Tentu saja tidak!

Jadi, matahari dan cahaya matahari sama sekaligus berbeda pada saat yang sama.

Begitu pula Tuhan dan ciptaan-Nya. Menurut Veda, Tuhan memiliki tiga sifat utama yaitu sat, cit, dan ananda. Sat artinya kekal, Tuhan Maha Kekal. Cit artinya penuh pengetahuan (full of knowledge), Tuhan Maha Tahu, segala pengetahuan berasal dari Beliau. Ananda berarti penuh kebahagiaan (full of bliss), Tuhan adalah sumber kebahagiaan sejati. Karena itulah, orang menjadi bahagia bila ia merasa dekat dengan Tuhan. Tuhan memiliki ketiga sifat utama itu tanpa batas.

Sebagai atman (roh) kita juga memiliki ketiga sifat tersebut. Kita kekal, roh tidak pernah mati, hanya menggantikan badan. Roh tidak pernah diciptakan, sebagaimana Tuhan juga tidak diciptakan. Kita juga penuh pengetahuan, namun saat ini kesadaran kita sedang tercemari karena kita terperangkap dalam badan jasmani. Kita juga selalu mendambakan kebahagiaan, karena pada dasarnya sifat kita adalah ananda. Bagaimana memahami hal ini dalam pengalaman nyata sehari-hari?  Mudah sekali. Berdirinya rumah sakit, menunjukkan bahwa kita ingin terus hidup, mencari kekekalan. Berdirinya sekolah, perguruan tinggi, laboratorium, perpustakaan dll adalah untuk memenuhi kebutuhan kita akan hausnya pengetahuan. Kita selalu mengejar-ngejar kesenangan duniawi, karena kita ingin bahagia. Itulah cermin ketiga sifat itu, sat, cit, dan ananda.

Jadi, ketiga sifat itu sama-sama dimiliki oleh Tuhan dan oleh ciptaan-Nya. Namun, makhluk hidup hanya memiliki dalam jumlah kecil sifat-sifat tersebut, sedangkan Tuhan memilikinya tanpabatas.

Jadi, pada dasarnya kita hanya sama dalam kualitas, namun berbeda jauh dalam kuantitas. Inilah yang dimaksud oleh Sri Caitanya dengan filsafat    acintya bedhaabheda-tattva.

Sri Caitanya mengajarkan filsafat tersebut melalui cara memuji nama suci Tuhan. Beliau mengajarkan bahwa nama suci Tuhan merupakan penjelmaan Tuhan dalam bentuk suara. Oleh karena Tuhan Yang Maha Esa adalah keseluruhan yang mutlak, tidak ada perbedaan antara nama suci Tuhan dengan bentuk rohani Tuhan. Dengan mengucapkan nama suci Tuhan seseorang dapat mengadakan hubungan secara langsung dengan Tuhan Yang Maha Esa melalui getaran suara rohani. Selama seseorang mempraktekkan ucapan getaran suara tersebut, dia naik tingkat melalui tiga tahap perkembangan : yaitu tingkat ia masih melakukan kesalahan, tingkat kesalahan yang dilakukan dihilangkan, lalu tingkat rohani.

Pada tingkat seseorang masih melakukan kesalahan, barangkali ia menginginkan segala jenis kebahagiaan material, tetapi pada tingkat kedua ia menjadi bebas dari segala pengaruh material. Apabila seseorang sudah berada pada tingkat rohani, ia mencapai kedudukan yang paling didambakan oleh setiap orang – yaitu cinta bhakti yang murni kepada Tuhan Yang Maha Esa.  Sri Caitanya mengajarkan bahwa inilah tingkat kesempurnaan tertinggi kehidupan manusia.

Sri Caitanya kemudian mengajarkan secara luas gerakan sankirtan kepada masyarakat luas. Sankirtan adalah pengucapan nama-nama suci Tuhan yang dilakukan secara beramai-ramai, dengan diiringi alat-alat musik tradisional. Sri Caitanya khususnya menganjurkan agar seseorang mengucapakan Maha Mantra Hare Krishna yang telah ditetapkan dalam kitab Kalisantarana Upanisad sebagai yuga dharma untuk jaman Kali Yuga.

 

Hare Krishna Hare Krishna

Krishna Krishna Hare Hare

Hare Rama Hare Rama

Rama Rama Hare Hare

Berangsur-angsur, penduduk Nadia mulai mengikuti apa yang dilakukan oleh Sri Caitanya. Mereka beramai-ramai menyanyikan nama-nama Krishna di jalan-jalan dikota Nadia dengan diiringi instrumen  musik. Demikianlah, gerakan sankirtan Sri Caitanya mulai berkembang pesat, bahkan mulai menyebar ke daerah diluar Nadia.

Sri Caitanya mengajarkan bahwa orang hendaknya mengucapkan nama-nama suci Tuhan dan memuja Tuhan Yang Esa dan Maha Tunggal. Para brahmana kolot di kota Nadia dan sekitarnya yang terbiasa memuja banyak dewa merasa terganggu dan iri hati pada keberhasilan Sri Caitanya. Orang-orang Hindu ini kemudian mengadukan perbuatan Sri Caitanya itu kepada penguasa kota Navadvipa. Mereka menuduh Sri Caitanya telah merusak dan menghancurkan tradisi turun temurun yang dilakukan oleh para brahmana itu, yaitu pemujaan kepada banyak dewa, yang semuanya dianggap Tuhan.

Pada masa itu, kota Navadvipa dibawah penguasaan seorang muslim. Ketua pengadilan di kota itu dijabat oleh Chan Kazi, seorang pemeluk Islam yang taat. Sebagai seorang jaksa, ia merasa berkewajiban untuk menindaklanjuti laporan para brahmana itu.

Bersama para pesuruhnya, ia lalu mendatangi para pengikut Sri Caitanya yang sedang melakukan sankirtan. Chan Kazi  membubarkan orang-orang itu, dan memecahkan gendang serta  mengancam agar orang-orang berhenti menyanyikan nama Krishna. Chan Kazi meminta agar Sri Caitanya berhenti melakukan kegiatannya yang aneh dan dianggap bertentangan dengan prinsip-prinsip agama Hindu. Kalau hal itu masih dilakukan, mereka akan ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara.

Mengetahui hal itu, Sri Caitanya lalu mengumpulkan ribuan orang pengikutnya dan mengajak mereka beramai-ramai mendatangi rumah Chan Kazi pada malam hari. Ribuan orang itu membawa obor dan mengepung rumah Chan Kazi sambil menyanyikan Maha Mantra Hare Krishna.

Kazi menjadi ketakutan, lalu mengajak Sri Caitanya berdialog panjang lebar. Sri Caitanya, yang tidak lain adalah penjelmaan Sri Krishna sendiri, bahkan mengutip  ayat-ayat Al-Quran dan digabungkan dengan sloka-sloka Veda untuk membuktikan bahwa apa yang dilakukan oleh Sri Caitanya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip kitab suci. Chan Kazi mengutip ayat Al-Quran untuk membenarkan pembunuhan sapi, namun Sri Caitanya mengutip lebih banyak ayat Al-Quran yang membuktikan bahwa pembunuhan sapi bahkan tidak dibenarkan dalam Al-Quran sendiri.

Karena Sri Caitanya mengajarkan agar orang bermeditasi pada bentuk pribadi Tuhan, Chan Kazi mengutip ayat-ayat Al-Quran yang menyatakan bahwa Allah tidak berwujud. Tapi Sri Caitanya mengutip lebih banyak ayat Al-Quran dan sloka-sloka Veda yang membenarkan bahwa Tuhan sesungguhnya memiliki wujud pribadi yang bersifat rohani. Hasil diskusi lengkap ini tercatat dalam kitab Sri Caitanya Caritamrta, biografi Sri Caitanya yang ditulis oleh Sri Krishna Kaviraja das. Secara terpisah, dialog tersebut telah dijadikan buku tersendiri oleh Akif Manaf Jabir, Ph.D, seorang Hindu kelahiran muslim yang berasal dari Azarbaizan. Kedua buku tersebut adalah The Enlightmen of Chan Kazi (Pencerahan Chan Kazi). Buku lainnya adalah The Hidden Treasure of Al-Qur’an (Harta Karun Tersembunyi dalam Al-Qur’an) terbitan The Dhabir Khas Trust, India, 1997, yang berisi dialog antara Sri Caitanya dengan pemimpin muslim lainnya yang bernama Abdullah Pathan. Anda dapat mengunjungi perpustakaan Narayana Smrti Ashram untuk membaca kedua buku tersebut.

Menjelang usainya diskusi itu, Chan Kazi dapat mengakui kebenaran ajaran Sri Caitanya bahwa Tuhan itu hanya satu, tiada duanya, namun memiliki berjuta-juta nama. Akhirnya, Sri Caitanya menyampaikan pengaruh Vaisnava ke dalam hati Chan Kazi dengan cara menyentuh badannya. Pada saat itu Kazi menangis dan mengakui bahwa ia telah merasakan  pengaruh rohani yang kuat dan pengaruh itu telah menghilangkan keragu-raguannya dan menimbulkan rasa rohani di dalam hatinya yang memberikan kebahagiaan tertinggi baginya.

Pada akhirnya Chan Kazi mendukung gerakan sankirtan Sri Caitanya dan memerintahkan seluruh penduduk muslim di kota Navadvipa agar menghormati dan tidak melakukan gangguan apapun terhadap gerakan sankirtan Sri Caitanya. Perintah tersebut diikuti oleh penduduk kota Nadia turun temurun.

Orang-orang menjadi kagum pada kekuatan spiritual Sri Caitanya, karena beliau mampu mengubah hati orang yang tadinya sangat memusuhi pengucapan nama-nama suci Krishna, kini justru sebaliknya, memberikan perlindungan terhadap kegiatan itu.

Setelah peristiwa itu, Sri Caitanya menarik hati ribuan orang, tanpa dibatasi status sosialnya dalam masyarakat, untuk mengikuti kegiatan rohani beliau. Ketika raja muslim Bengal, Nawab Hussein Shah Badahasah mendengar kehebatan pengaruh Sri Caitanya dalam menarik ribuan orang mengikuti ajarannya, ia menjadi sangat heran dan berkata :” Orang seperti itu, yang mampu menarik ribuan orang tanpa memberi imbalan apapun kepada mereka, pastilah utusan Tuhan. Saya dapat meyakini hal itu.” Nawab Hussein kemudian memerintahkan para jaksa “Jangan mengganggu Sri Caitanya dan kegiatannya hanya karena rasa iri. Biarkan beliau melakukan apapun yang dikehendakinya” (Jabir, 1997). Nawab Hussein dapat melihat bagaimana kekuatan Allah bertindak melalui diri Sri Caitanya, dan ia meyakini sifat-sifat rohani yang dimiliki oleh Beliau.

Sesudah kejadian itu, beberapa brahmana yang iri hatinya dan jahat ingin  bertengkar dengan Sri Caitanya. Mereka mengumpulkan sejumlah orang untuk melawan Sri Caitanya.  Sewajarnya beliau murah hati, walaupun tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsipnya.  Sri Caitanya menyatakan bahwa perasaan partai-partai sendiri dan pembentukan sekte-sekte merupakan dua hambatan utama untuk mencapai kemajuan rohani. Dan selama beliau masih tetap menjadi penduduk Nadia dan anggota keluarga tertentu, missi-Nya tidak akan memperoleh sukses yang lengkap.  Pada usia 24 tahun, dengan ketabahan hati yang luar biasa, Sri Caitanya memutuskan untuk menjadi warga dunia dengan memutuskan hubungan dengan keluarga, golongan dan kepercayaan-Nya. Sri Caitanya memasuki tahap hidup sebagai sanyasin (tahap hidup meninggalkan hal-hal duniawi) di Katwa, dibawah bimbingan Kesava Bharati. Ibu dan istrinya menangis terisak-isak karena rindu, namun Sri Caitanya berjiwa pahlawan: walaupun beliau murah hati, namun beliau berpegang teguh pada prinsip-prinsipNya yang kuat. Sri Caitanya meninggalkan dunia kecil di rumahNya, untuk masuk dunia rohani Krishna yang tidak terhingga bersama masyarakat umum.

Banyak peristiwa ajaib yang dilakukan oleh Sri Caitanya. Banyak sanyasin dalam garis perguruan Sankaracarya yang berhasil dikalahkan dalam debat. Sankaracarya mengajarkan bahwa aspek Tuhan tertinggi adalah kekosongan atau Brahman, sedangkan Sri Caitanya menegaskan bahwa aspek tertinggi Tuhan adalah Tuhan yang memiliki sifat pribadi, berwujud rohani. Bahwa Brahman hanyalah cahaya yang menutupi badan rohani Tuhan. Wujud rohani Tuhan hanya mampu dilihat oleh

mereka yang sudah meninggalkan keinginan duniawi, termasuk keinginan untuk menyatu dengan Brahman. Menurut Sri Caitanya, moksa atau pembebasan berarti bahwa kita akan kembali mendapat badan rohani yang cocok untuk masuk dan hidup dalam kerajaan Tuhan. Namun perlu dicatat bahwa kalau pun kita berhasil masuk kerajaan Tuhan, tidak berarti kita lantas berubah menjadi Tuhan, kita masih akan tetap menjadi pelayan kekal Beliau, dalam hubungan cinta kasih yang bertimbal balik.  Disinilah kita akan memperoleh kembali sifat asli kita : sat, cit, ananda.

Selama seseorang masih memiliki keinginan untuk menjadi Tuhan, maka selama itu pula ia akan masih jatuh dalam perputaran lingkaran kelahiran dan kematian (samsara). Demikianlah, Sri Caitanya berhasil menyempurnakan misi pelurusan dan    pemurnian ajaran Vedapemurnian ajaran Veda, yang dilakukan secara bertahap mulai dari Sang Buddha, dilanjutkan oleh Adi Sankaracarya, dan puncaknya oleh Sri Caitanya Mahaprabhu.

Dari uraian di atas, dapat kita buktikan bahwa ramalan tentang Sri Caitanya dalam Mahabharata tersebut sungguh-sungguh menjadi kenyataan. Banyak ayat lain yang meramalkan kemunculan Sri Caitanya dan misi beliau. Sri Caitanya meramalkan bahwa pengucapan nama-nama suci Krishna dalam bentuk Maha Mantra : Hare Krishna Hare Krishna Krishna Krishna Hare Hare/Hare Rama Hare Rama Rama Rama Hare Hare akan menyebar dan dikenal di seluruh pelosok desa dan kota di seluruh dunia. Bhakti Yoga akan menjadi yuga dharma atau dharma pada jaman Kali Yuga, serta akan mengalami masa keemasan selama 10.000 tahun mendatang.

Sri Caitanya hadir di dunia ini selama 48 tahun, dan beliau menghilang dari pandangan mata pada tahun 1534. Para murid Sri Caitanya menulis dan menyusun kitab-kitab yang berisi ajaran-ajaran bhakti kepada Sri Krishna sebagaimana yang diajarkan oleh Sri Caitanya. Semua ajaran itu di dasarkan pada ajaran Bhagavad-gita, Bhagavata Purana, dan kitab-kitab Upanisad lainnya yang memiliki nilai rohani yang sangat mendalam. Dua di antara murid terkemuka Sri Caitanya adalah Dhabira Khasa dan Sakara Malik, dua mentri kesayangan  raja muslim Bengal  yang bernama Nawab Hussein Shah  yang mendukung dan melindungi kegiatan sankirtan Sri Caitanya tersebut. Kedua kakak beradik itu mundur dari jabatannya sebagai mentri, lalu menyerahkan diri kepada Sri Caitanya. Keduanya kemudian mendapat nama rohani Rupa Gosvami dan Sanatana Gosvami yang beserta empat gosvami lainnya melanjutkan misi Sri Caitanya dengan menyusun karya-karya rohani yang tak terhingga banyaknya. Mereka dikenal sebagai enam gosvami, sejenis wali songo.

Ajaran Sri Caitanya disebarluaskan dan dipertahankan kemurniannya melalui sistem parampara (garis perguruan rohani yang dibenarkan yang tidak pernah menyimpang sampai dengan jaman modern ini.

Setelah selama beratus-ratus tahun menjadi teka-teki, akhirnya ramalan Sri Caitanya mulai menjadi kenyataan. Om Visnupada A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada (1896 – 1977) mewujudkan misi Sri Caitanya tersebut, dengan menyebarkan ajaran Vaisnava atau Bhakti Yoga tersebut ke Amerika pada tahun 1965. Selama dua belas tahun pengajarannya, Srila Prabhupada, demikian beliau lebih dikenal, berhasil menarik ribuan orang dari seluruh dunia untuk mengikuti proses yang diajarkan oleh Sri Caitanya. Beliau menyusun kitab Bhagavad-gita As It Is (Bhagavad-gita Menurut Aslinya) menterjemahkan Bhagavata Purana, Sri Caitanya Caritamrta (biografi Sri Caitanya) dan menulis lebih dari 80 judul buku tentang ajaran Veda. Selama 12 tahun, Srila Prabhupada keliling dunia sebanyak 14 kali, dan pernah ke Indonesia pada tahun 1973.

 

Identitas Sri Caitanya & Ramalan Misinya

1. Bhagavata Purana (11.5.32)

kåñëa-varëaà tviñäkåñëaà

säìgopäìgästra-pärñadam

yajïaiù saìkértana-präyair

yajanti hi su-medhasaù

 

 

Pada zaman Kali, orang cerdas bersama-sama memuji nama-nama suci Tuhan untuk menyembah penjelmaan Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa menyanyikan nama Krishna.Walaupun wajah Beliau tidak hitam, Beliau adalah Krishna Sendiri. Beliau diiringi oleh rekan-rekan, hamba-hamba, perlengkapan, dan teman-teman-Nya yang dekat”.

2. Upa-Purana

 

Sri Krishna bersabda kepada Rsi Vyasa :

aham eva kvacid brahman sanyasramam asritah

hari-bhaktim grahayami kalau papa hatan naran

“Wahai brahmana yang bijaksana, kadang-kadang Aku menjadi sanyasi (tingkat meninggalkan hal-hal duniawi) untuk memberi pelajaran kepada orang yang sudah jatuh pada zaman Kali agar mereka mulai  ber-bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa.”

3. Mahabharata (Dhana-dharma, Vishnu Sahasranama

suvarna varno hemangovarangas candanangadi

sannyasa-krc chamah santonistha-santi-parayanah

 

Dalam kegiatanNya pada usia muda  Beliau muncul sebagai orang yang berumah tangga yang berwajah kuning emas. Anggota-anggota badanNya tampan sekali. BadanNya diolesi dengan tapal terbuat dari kayu cendana. Warna badannya seperti emas cair. Dalam kegiatan berikutnya, Beliau menjadi sannyasi dan Beliau tenang sentosa. Beliaulah tempat kedamaian dan bhakti tertinggi, sebab beliau membuat terdiam orang yang bukan penyembah dan tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan.”

 

Para sarjana sangat menghargai kesarjanaan dan kedalaman bhakti buku-buku karya Srila Prabhupada. Saat meninggal dunia pada 14 November 1977, Srila Prabhupada telah berhasil mendirikan 108 temple, ashram, dan kawasan pertanian organik di seluruh wilayah dunia. Sebuah prestasi yang oleh para sarjana Barat dianggap sangat laur biasa, yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah. Dimana orang-orang Barat,  yang tadinya sama sekali asing terhadap kebudayaan Veda, dalam waktu sangat singkat menerima dan mempraktekakkan ajaran bhakti yoga dengan keseriusan yang luar biasa dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Karena menekankan proses spiritual dalam bentuk pengucapan secara berulang-ulang (japa atau zikir) Maha Mantra Hare Krishna, maka gerakan sankirtan Sri Caitanya lebih dikenal secara luas di dunia sebagai Perkumpulan Hare Krishna.

Pada hari Sabtu tanggal 19 Maret 2011 ini, para Vaisnava dan pengikut Sri Caitanya di seluruh dunia memperingati Sri Gaura Purnima 525, yaitu perayaan hari kemunculan Sri Caitanya. Ditempat kelahiran Sri Caitanya di Mayapur, penyembah dari berbagai belahan dunia berkumpul bersama, menyanyikan nama-nama suci Sri Caitanya Mahaprabhu.  Mereka berasal dari  Afrika, Jepang, Cina, Iran, Rusia, Palestina, Israel, Eropa, Amerika, Australia, dll. Mereka bersama-sama merasakan manisnya rasa rohani yang diperoleh dari pengucapan nama-nama suci Tuhan. Pertanda bahwa Veda akan kembali menjadi pegangan bagi spiritualitas dunia. Banggalah menjadi Hindu!

sumber :

http://narayanasmrti.com/2011/03/18/sri-gaura-purnima-kemunculan-sri-caitanya-mahaprabhu-avatara-krishna-di-jaman-kali-yuga-ramalan-serta-misinya-dalam-kitab-kitab-veda/

Kitab Weda Hanya Untuk Golongan Tertentu??

Kitab Weda Hanya Untuk Golongan Tertentu??

Salam kasih dan salam sejahtera untuk kita semua.

Kata orang fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan, tapi menurut saya pembunuhan itu lebih kejam daripada fitnah, tapi bagi saya fitnah + pembunuhan itu yang lebih kejam.

Di forum kaskus ini, banyak skali yang saya temukan tman non-Hindu mmpertanyakan tentang kelemahan Hindu yakni kitab veda hanya untuk golongan tertentu saja,,

Sbenarnya sih ini lagu lama, ketika ada teman yang non-Hindu mmpertanyakan kembali maka saya jelaskan. Sudah saya jelaskan, makin hari ada lagi yang bertanya. Jadi, supaya saya tidak lelah menjelaskannya satu per satu maka saya buatlah artikel ini khusus untuk memaparkan sedikit kesalahan tentang pendapat mereka ini. Semoga bermanfaat untuk kita semua…

Sebelumnya mari kita lihat terjemahan dari sloka gotama smrti 12 yg sering di qoute oleh saudara kita yang non-hindu dan menurut mereka terjemahan sloka ini bisa memperkuat argumen tersebut.
Terjemahan dari Sloka Gotama Smrti 12 yang berbunyi sbb;

“Apabila orang sudra kebetulan mendengarkan kitab Veda dibaca, maka adalah kewajiban raja untuk mengecor cor-coran timah dan malam dalam kupingnya; apabila seorang sudra membaca mantra-mantra weda, maka raja harus memotong lidahnya.”

benarkah terjemahan yg sering di quote oleh saudara qt yg non-hindu tersebut??

Bpk. Ketut Wiana, seorang intelektual hindu dan merupakan salah satu ‘petinggi’ di Parisada (PHDI), sudah meluruskan terjemahan sloka yg menyimpang itu dengan yang ‘orsi’ melalui majalah Tempo 18 September 1993 yg ternyata sloka dan terjemahan yang benar adalah;

“Wedam upa srnwatas trapu jatubhyam srotra prati purana udaharane jihwac chedo dharane sarira bheda asana sayana wak pathisu sama prepsur dandyah satam”
(Gotama Smerti; 12)
arti:
“Bagi warna sudra (para pekerja) yang ingin mempelajari Weda, supaya berhasil dengan baik yakni dengan mendekatkan pendengarannya mulai dari awal pengertian-pengertian, bahasa dan ucapannya dengan menutup pengaruh dari luar, badan duduk dengan tenang (asana) ditempat belajar dan ucapan diulang-ulang terus menerus sampai akhir.”

Kenapa sampai ada terjemahan yang menyimpang itu? karena banyak sloka ataupun mantram dalam Veda telah diterjemahkan secara ‘brutal’ oleh oknum ataupun kelompok yang tidak jelas juga motivasinya akan tetapi juga mungkin memiliki motivasi terselubung.
Pelurusan terjemahan itu dilakukan agar pemahaman ataupun terjemahan yang keliru tidak lagi dipakai, sebenarnya akan lebih baik jika melihat dari bahasa aslinya sedangkan yang dipake pada terjemahan pertama tidak melihat dari bahasa aslinya akan tetapi mengambil dari yang telah diterjemahkan dari bhs. Inggris. Kemungkinan yang dipake adalah terjemahan Max Muller atau yang termasuk dalam “kelompok”nya (para indologis) dalam ‘upaya’ mungkin untk meng’Kristen’kan India yaitu dengan menterjemahkan secara bebas sloka maupun mantram dalam Veda,…..

Bahkan yang anehnya sloka ‘bajakan’ tsb dimasukkan dalam kata pendahuluan terjemahan kitab suci Qur’an versi Indonesia pada jaman Pak Mukti Ali sebagai menteri agama, entah apa motivasinya. Apakah karena ingin menghormati ajaran Hindu?
Bisa jadi 🙂

selanjutnya mari kita lihat sloka yg menunjukan bahwa kitab veda bisa di pelajari oleh sluruh umat manusia :
Yajur Veda XVI.18

“Yaatheram waçam kalyanim awadoni janebhyah,Brahma Rajanyabhyam çudraya caryaya ca siwaya caramayaca”

artinya :

“Biar kunyatakan,di sini kitab suci ini kepada orang-orang banyak,kepada kaum brahmana,kaum ksatrya,kaum sudra,dan kaum waisya dan BAHKAN kepada orang-orangKu dan kepada mereka(orang-orang asing) sekalipun.”

jadi masihkah kita beranggapan bahwa kitab Veda hanya untuk golongan tertentu saja??
Tentu tidak 🙂

salam damai,damai dihati damai di dunia dan damai selamanya.

KEUNGGULAN HINDU DALAM SAINS MODERN DENGAN VEDA BISA BIRSINERGI

KEUNGGULAN HINDU DALAM SAINS MODERN DENGAN VEDA BISA BIRSINERGI

 

Wahai manusia, seperti kapal yang dibuat oleh para ahli untuk mudah menyebrangi lautan demikan pula buatlah dengan angin dan energi sehingga mampu melewati jalan dengan kapal dan pesawat tersebut, Oleh karena itu ciptakanlah beraneka jenis lalu lintas udara dan laut, sehingga mampu mengunjungi satu tempat ke tempat yang lain. ( Rgveda 1.46.7 )

• Sains dan Tekologi dalam Veda.

Yang terpenting adalah ajaran-ajaran dalam agama Hindu bisa diterima oleh logika kita sebagai manusia yang memiliki akal untuk menimangnya. Janganlah kita langsung percaya begitu saja dengan isi kitab sebelum kita dapat mengupasnya menjadi hal yang masuk akal dan bisa diterima oleh akal sehat kita. Apa yang dikatakan oleh agama harus bisa bertemu dengan pembuktian-pembuktian empiris ilmu pengetahuan, sebab agama diperuntukan bagi orang yang masih hidup. Dengan demikian, ajaran agama harus sejalan dengan dunia nyata. Hal ini sesuai dengan nasehat Sang Budha yang menyatakan bahwa “kita tidak boleh membabi buta dalam meyakini naskah-naskah kuno”. Segala yang ada harus ditelaah. Kitab suci Veda juga mengamanatkan, “ Walau seribu Veda mengatakan bahwa api itu dingin, janganlah dipercaya!”.
Sebagai alat untuk mencari kebenaran, sains dan Weda semestinya menuju kebenaran yang sama. Sudah seharusnya sains menjadi jalan setapak menuju pecerahan. Namun tidak ada gunanya kita mempelajari ilmu sains jika kita semakin tidak mengerti akan diri kita sendiri. Upaya untuk menyingkap kebenaran ilmiah dikenal dengan nama metode ilmiah, yang dalam ajaran Hindu dikenal sebagai Tri Premana, yaitu : agama ( sastra) premana ( kesaksian orang lain), anumana premana (penalaran) dan pratyaksa premana (pengamatan langsung). Kerangka berfikir dalam metode ilmiah tersebut merupakan rangkean proses logika-hipotetika-verifikasi.
Pustaka suci Regveda mengamanatkan agar ilmu pengetahuan disebarluaskan sebagaimana halnya cahaya yang menyebar kesegala arah. Seloka pertama dalam Sarasamuscaya menyebutkan “ dharma carte ca kame ca moksa ca bharatasabha, yadiasti tadanyatra yannehasti an tat kvacit.” Artinya segala ajaran tentang caturwaga ( dharma , Harta, Kama dan Moksa), baik sumber, uraian, arti maupun tafsirannya, semua ada di sini. Singkatnya, segala yang ada disini akan terdapat dalam sastra lain, tetapi yang tidak ada disini tidak akan pernah ada dalam sastra lain.

Dr.K. Walker mengatakan ; Pada suatu saat Veda itu adalah Agama, pada saat lainnya adalah fisafat, dan saat lainnya lagi adalah merupakan ilmu sains. Tentu pernyataan tersebut bukan isapan jempol belaka, tetapi didasarkan atas bukti-bukti yang argumentative ilmiah. Pendapat Prof.Dr.D.C Morgan yang sangat mengagumi sifat ilmiah Veda. Sebagai contoh, matematika yang rasanya tidak mungkin terdapat dalam kitab suci agama, ternyata terpendam dalam kitab suci Veda. Ia mengatakan “ Pencapaian tertinggi dan terjauh dari matematika barat modern, masih belum membawa dunia Barat ke ambang matematika Veda, pada zaman India Kuno. Gerald Head juga mengatakan “ Vedanta merupakan keterangan yang sangat alamiah tentang hukum-hukum yang mengatur alam semesta.” Keagungan Veda juga disampaikan oleh Annie Besant, wanita Inggris pemimpin masyarakat theosofi mengatakan “ setelah lebih dari 40 tahun mempelajari agama-agama besar dunia saya mendapat kesimpulan bahwa tidak ada pustaka suci yang sesempurna, seilmiah, sefilosofis dan sespiritual Veda”.

BIDANG FISIKA

Apam rasam udvayasam surye santam samahitam, apam rasasya yo rasah (Yajurveda IX :3).
Intisari yang paling halus yang membentuk air ada di matahari.

Penjelasan : Matahari sesungguhnya adalah bola gas yang berpijar, dengan komponen utama gas hindrogen dan helium. Hidrogen (H2) dapat bereaksi dengan oksigen (O2) menghasilkan air (H2O). Reaksinya 2H2(g) + O2 (g)a 2 H2O(l).

* Somena aditya balinah ( Atharvaveda XIV.1.2).

Matahari menghasilkan energi dari soma ( hiderogen).

Penjelasan : Di Matahari secara terus menerus terjadi reaksi fusi ( penggabungan) inti-inti atom hydrogen menjadi inti atom helium. Reaksi tersebut disertai dengan pelepasan energi yang sangat besar.

* Susunah suryarasmis candrama-gandharvah ( Yajurveda XVIII.40).

Sinar matahari yang disebut susumna, menerangi bulan.

Penjelasan : Bulan merupakan pengiring ( satelit) bagi bumi. Permukaan bulan terdiri atas bebatuan yang dapat memantulkan cahaya matahari, termasuk diantranya ke bumi.

Ava divas tarayanti, sapta suryasya rasmayah, apah samudriya dharah ( Atharvaveda VIII.107.1).
Matahari dengan tujuh warna cahayanya menyebabkan terjadinya penguapan air laut yang selanjutnya menjadi hujan.

Penjelasan : penguraian cahaya putih dari matahari dengan prisma kaca, air hujan, atau busa sabun menghasilkan tujuh warna cahaya yaitu merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Warna itu sangat indah sebagaimana terlihat pada warna pelangi. Siklus air di alam ditopang oleh sinar matahari. Uap air yang terbentuk dibawa oleh angin menjadi awan, selanjutnya menebal menjadi mendung. Kemudian ketika mencapai titik kondensasi, maka terjadilah hujan.

Suryasyamrasmayah para patanti asumat (Atarvaveda VI. 105.3).

Sinar matahari terpancar dengan dengan kecepatan sangat tinggi.

Penjelasan : kecepatan cahaya matahari adalah 2,99793 x 108 m/ det.

 

BIDANG KIMIA

Dharayanta adityaso jagat stha ( Regveda II.27.4)

Sinar matahari menopang seluruh alam semesta.

Penjelasan : Sinar matahari menopang melalui energi radiasi yang dikandungnya. Sebagai contoh , Bumi menerima supply energi dari matahari sebesar 1,73 x 1017 joule per detik. Energi sebesar itu hanya seperlima puluh milyar dari seluruh energi yang dipancarkan matahari. Mengingat demikian pentingnya energi matahari , maka matahari disebut sebagai sumber energi pertama dan utama bagi kehidupan di Bumi.

Agnisomau bibhrati apa it tah ( Atharvaveda III.13.5)

Air terbentuk dari Agni ( oksigen ) dan soma ( hidrogen)

Aditer dakso ajayata, daksad u-aditih pari ( Rgveda II.72.4).

Dari Aditi (materi) asalnya daksa (energi) , sebaliknya energi berasal dari materi. Penjelasan: DR. Albert Einstein menemukan hubungan antara materi dan energi dengan persamaan , E = m.c2. Dalam hal ini, E = energi (joule) , m = masa yang berubah menjadi energi (kg), dan c = kecepatan cahaya ( 2,99793 x 108 m/det).

 

BIDANG BIOLOGI

Mahad brahma, yena prananti virudhah ( Atharvaveda I.32.1)

Terdapat jiwa di dalam tumbuh-tumbuhan. Mereka bernafas dan tumbuh karena jiwa itu.

Penjelasan: Percobaan dengan bunga Marigold di Universitas Chulalangkorn, Bangkok, pada tahun 1969, membuktikan bahwa bunga yang dirawat dengan cinta kasih tumbuh lebih subur dibandingkan yang tanpa cinta kasih. Hal yang sejenis juga dilakukan dengan memakai musik keras dan lembut. Selanjutnya, percobaan komunikasi yang bersifat melindungi, oleh Burbank ( seorang ahli botani), dapat mengubah pohon kaktus menjadi tida berduri. Semua itu membuktikan , bahwa di dalam tumbuhan juga terdapat jiwa.

Adhuksat pipyusim isam urjam, suryasya sapta rasmibhih ( Rgveda VIII. 72.16).

Tumbuh-tumbuhan memperoleh energi dari cahaya matahari.

Penjelasan : Tumbuhan dapat mengubah air dan gas karbondioksida menjadi gula dan gas oksigen dengan adanya zat hijau daun (klorofil) dan bantuan sinar matahari ( sinar biru dan sinar merah). Hal tersebut terjadi melalui proses fotosintesis.

Tam it samanam vaninas ca virudho-antarvatis ca suvate ca vivaha ( Samaveda 1824)

Tumbuh-tumbuhan memancarkan udara vital yang dinamakan samana ( oksigen) secara teratur.

Penjelasannya : Oksigen (O2) merupakan hasil samping reaksi fotosintesis yang sangat bermanfaat bagi kehidupan, termasuk untuk pernafasan.

BIDANG MATEMATIKA

Om Kham brahma ( Yajurveda XI.17)

Tuhan Yang MAha Esa adalah nol ( tidak terbatas).

Kalaya te krinani, khustaya , saphena, pada. ( Maitrayani Samitha 3.7.7)

Beberapa pecahan yang digunakan meliputi kala (1/16), kustha (1/12), sapha (1/8), dan pada (1/4).

 

BIDANG LINGKUNGAN

Sarvo vai tatra gaur-asvah purusah pasuh, yatredam brahma kriyate paridhir jivanaya kam ( Atharvaveda VIII.2.25)

Sipapun apakah umat manusia ataukah binatang, hidup dengan selamat, dimana kebersihan atmosfir dipelihara dengan segala cara untuk tujuan hidup.

Ugra ya visa-dhusanih osadhih (Atharvaveda VIII.7.10)

Tumbuh-tumbuhan menghancurkan pengaruh atmosfir yang beracun.

Virudho vaisvadevir-ugrah purusajivanih (Atharvaveda VIII.7.4)

Tumbuh-tumbuhan memiliki sifat para dewa, mereka adalah para juru selamat kemanusiaan. Penjelasan : banyak tumbuh-tumbuhan memiliki kasiat obat yang dapat menyembuhkan.

Agnis tigmena socisa, yasad visvam nya trinam (Yajurveda XVII. 16)

Api menghentikn semua pengaruh buruk pencemaran udaranya dengan nyalanya yang hebat.

Ma-apo himsir, ma-osadhir himsih ( Yajurveda VI.22)

Janganlah mencemari air dan jangan pula menyakiti atau menebangi pohon.

Dyam ma lekhir,anariksam ma himsih ( Yajurveda V.43)

Jangan mengganggu langit dan mencemari atmosfir.

Prtivam dramha, prthivim ma himsih (Maitrayani samitha II 8>14))

Selalu berbuat yang dapat menyuburkan tanah, jangan sekali mencemarinya.

Aham bhumimadadamaryyayaham vstim dasuse martyaya ahamapo anayam vavasana mama devaso anu etamyan. ( Rgveda :4.26.2)

Aku memberikan bumi kepada orang-orang baik, hujan serta udara untuk umat manusia, wahai para bijaksana, datanglah kepada-Ku dengan keinginan yang penuh.

Yam raksantyasvapana visvadanim deva bhumim prthivim apramadam sa no madhu priyam duhamatho uksatu varcasa. ( Atharvaveda 12.1.7)

Para dewa pun tanpa tidur, tidak pernah malas, melindungi bumi yang amat luas, bumi tersebut menyediakan makanan dan minuman serta memberi kekuatan kepada kita semua.

Asambadham badhyato manavanam yasya udvatah pravatah samambahu nana virya osadhirya bibharti prthivi nah prathatam radhyatam nah ( Atharvaveda : 12.1.2 )

Bumi merupakan tempat yang bebas dari gangguan, tinggi, rendah, datar semuanya untuk umat manusia, bumi memiliki beraneka kekuatan dan sumber obat-obatan, demikianlah ibu pertiwi memperluas diri dan mensejahterakan kami.

Ma po mo sadhir himsih ( Yajuveda :6.22)

Jangan mencemari air dan jangan menebang pohon.

 

BIDANG PERTANIAN

Tam prthi vainyo-adhok, tam krsim ca sasyam cadhok ( Atharva-veda VIII.10.24)

Prthi Vainya adalah orang pertama yang memulai sistem pertanian dan mengolah tanah.

Yunakta sira vi yuga tanota. Krte yonau vapata –iha bijam ( Atharva-veda III .17.2)

Pergunakanlah bajak dan tempatkan pasangan sapi padanya. Sebarkan benih di tanah yang sudah dikerjakan.

Te no vyantu varyam, devatra ksetraradhasah (Rgveda III.8.7)

Semoga pemberian pupuk dapat meningkatkan hasil panen kami.

Sunasiravimam vacam jusetham yaddivi cakrathuh payah tenemam sincatam ( Rgveda :4.57.5)

Para petani dengan memahami pertanian, menyiram tanah dengan bijaksana. Maka dari itu hormatilah para petani dan siramlah ibu pertiwi dengan sempurna

 

BIDANG ASTRONOMI

Prajnanaya naksatra-darsam (Yajurveda XXX.10)

Astronomi adalah studi tentang bintang-bintang dan planet-planet.

Ahoratre pari suryam vasane (Atharvaveda XIII.2.32)

Siang dan malam adalah karena cahaya matahari

Trimsad dhama vira jati, prati vastor aha dyubhih (Yajurveda III.8)

Ada 30 muhurta ( satu muhurta = 48 menit) dalam satu hari.

Ahoratratrair vimitam trimsad-angam ( Atharvaveda XIII.3.8)

Satu bulan terdiri dari 30 siang dan 30 malam

Dvadasa pradhayas cakram ekam, trini nabhayani ka utac-ciketa ( Rgveda I.164.48)

Ada 12 zodiak dalam satu lingkaran zodiak dan tiga poros.

Penjelasan : Zodiak itu meliputi : Mesa (Aries), Vrsa (Taurus), Mithuna (Gemini), Karka (Cancer), Simha ( Leo),Kanya (Virgo) , Tula ( Libra), Vrscika ( Scorpion), Kumbha (Aquarius), dan Mina (Pisces). Sedangkan yang dimaksud dengan 3 poros adalah tiga musim yaitu : musim panas,musim hujan dan musim salju.

Citrani sakam divi rocanani sarisrpani bhuvane javani ( Atharvaveda XIX.7.1)

Semua konstelasi perbintangan yang bercahya ini berputar sangat kencang.

Avartayat suryo na cakram (Rgveda II,11.20).

Matahari berputar seperti sebuah roda pada sumbunya.

Ayam gauh prsnir akramid, asadan mataram purah, pitaram ca prayam svah ( Yajurveda III.6)

Bumi yang berbintik-bintik ini ada dan berputar di langit seperti seorang ibu. Ia berjalan mengelilingi matahari sebagaimana seorang ayah.

Penjelasan : Berbeda dengan kitab-kitab suci rumpun Yahudi ( Yahudi, Kristen dan Islam ) yang menyatakan bahwa bumi itu datar seperti piring: Kita suci Veda, sesuai dengan kenyataan menyatakan bahwa bumi itu bulat, sehingga disebut Brahmanda. (Anda = telur atau bulat). Kitab suci rumpun Yahudi mengatakan bahwa bumi sebagai pusat alam semesta (geosentris). Pandangan itu telah dibuktikan ketidakbenarannya oleh Galileo-Galilei, dan gereja baru mengakui kesalahannya hampir 350 tahun berikutnya, yaitu tahun 1992. Yang cukup menarik pada tahun 1993, Sheik Abdelazizibn Baaz, pemimpin tertinggi ulama di Arab Saudi mengatakan, “Bumi ini datar! Siapapun yang menyatakan bumi bundar adalah orang atheis dan karena itu patut di hukum!”

Yat tva surya svarbhanus tamasa avidhyad asurah ( Rgveda.V.40.5)

Oh, Hyang Surya, bayangan rembulan membungkus-Mu dengan kegelapan tebal

Kejadian ini menjelaskan terjadinya gerhana Matahari.

Sam no grahas candramasah, ayam adityas ca rahuna ( Atharvaveda XIX.9.10)

Semoga gerhana-gerhana matahari dan rembulan mendatangkan keuntungan buat kami.

Dalam gerhana-gerhana ini mereka dibungkus oleh bayangan.

Penjelasan : salah persepsi tentang bulan yang di caplok oleh raksasa Kala Rahu. Kala =waktu dan raha = gelap. Jadi Kala Rahu artinya waktu gelap yang terjadi di bumi akibat cahaya matahari terhalang oleh bulan.

Aksum opacam vitatam, sahasraksam visuvati ( Atharvaveda IX.3.8)

Katulistiwa adalah Visuvat. Ia menggenggam ribuan kekuatan yang berkaitan, yang kelihatan seperti jaringan.

Avaksipan arka ulkam iva dyoh ( Regveda X.68.4)

Matahari melemparkan meteor-meteor itu dari langit.

 

BIDANG GEOLOGI

Ya apa sarpam vijamana vimrgvari ( Atharvaveda XII.1.37)

Bumi bergerak berrotasi dan bertranslasi.

Hiranyam ca me, ayas,ca me, syamam ca me, loham ca me, sisam ca me, trapu ca me (Yajurveda XVIII.13)

Semoga kami mendapatkan logam-logam berikut yang terkandung di dalam bumi, yaitu emas, besi,tembaga,logam merah ( tembaga, timah hitam, seng dan timah putih.

 

BIDANG KEDOKTERAN

Atho haridravesu te, harimanam ni dadhmasi ( Atharvaveda I.22.4)

Haridra (Curcuma longa linn) menyembukan penyakit kuning. Ia juga menyembuhkan penyakit hati (liver).

Agnim ca visvasambhuvam. Apas ca visvabhesajih (Rgveda I.23.20).

Api menyembuhkan semua penyakit. Air menyembuhkan semua penyakit.

Sam vato vatu- arapa apa sridhah ( Rgveda VIII.)

Udara yang segar sangat berpaedah . Ia menyingkirkan penyakit dan kuman-kuman menular.

Apamivam savita savisat ( Rgveda X.100.8)

Sinar matahari menyingkirkan semua penyakit.

Visena hanmi te visam (Atharvaveda V.13.4)

Kami menyembuhkan korban gigitan ular dengan memberikan racun kepadanya.

Sadyo jangham ayasim vispalayani, dhane hite sartave pratyadhattam (Rgveda I.116.15)

Dewa Aswin, engkau mengganti kaki dari besi kepada Vispala, sehingga dia (wanita itu) bisa bergerak di medan pertempuran.

Reg Veda 10/97/12

Daun-daun obat menembus dan menyebar ke dalam semua anggota badan dan persendian dari si sakit dan seperti pelerai (moderator) yang tajam dan kuat menghancurkan penyakit.

Reg Veda 1/23/19

Engkau orang terpelajar, dapatkan pengetahuan tentang penyembuhan oleh alam, di bawah air terdapat cairan yang menyembuhkan penyakit belakang yang fatal. Air mempunyai kekuatan untuk menyembuhkan semua penyakit, dapatkan pengetahuan dan kekuatan ini bagi kehidupan yang sehat dan penuh kebaikan

 

KENAPA KINI DI EROPA SANGAT BANYAK KUIL -KUIL BARU DIBANGUN ?

Oleh : Arjun Surya Visvadeva Kuntiya Surya

Orang India disana termasuk mampu, dan ditopang juga oleh penduduk asli (bule-bule) yang beragama Hindu. Orang India memiliki kemampuan lebih dalam Iptek dalam urusan ilmu komunikasi jadi lebih dihargai dan py wibawa.

Hindu cepat berkembang dibarat karena nilai2 logisnya, yang cocok ma karakter orang barat yang cerdas2.

 

Siddhanta adalah Kitab suci Hindu yang mengulas tentang berbagai benda luar angkasa, pergerakan planet, gerhana, unsur penyusun planet bentuk rotasinya.

Berikut contoh2 penjelasan Kitab Surya Sidhanta dibandingkan dengan Sains modern

Jarak dari matahari:
Saturnus (Sanaiscara) 1.361.727.000 Km (Veda), 1.427.497.0…00 (sains modern)
JUPITER (BRHASPATI), 757.848.000 Km (Veda), 777.276.000 (Sains Modern)
Mars (Angaraka), 230.193.000 Km (Veda), 227.204.000 (Sains modern)
VENUS (Sukra), 108.371.000 (Veda), 107.623.000 (Sains modern)
MERCURI (Budha) 55.007.000 (Veda), 58.296.000 (Sains modern)
Jumlah hari dalam satu tahun.
SATURNUS ( SANAISCARA) 10.766 (Veda), 10.754 (Sains modern)
JUPITER (BRHASPATI) 4.332 (Veda), 4.333 (Sains modern)
Mars (Angaraka) 687 (Veda), 687 (Sains modern)
Venus (Sukra) 225 (Veda), 225 (Sains modern)
Merkuri (Budha) 88 (Veda), 88 Sains (Veda)

Charak Samhita

Charaka Samhita yang merupakan karya ensiklopedis bagian dari Ayurveda yang dibagi menjadi delapan bagian. Bagian Sutra Sthan memiliki 30 Bab; empat bagian pertama yang ditujukan untuk pertimbangan-pertimbangan umum kesehatan dan klasifikasi obat. Dalam Sutra Sthan Obat-obatan dikla…sifikasikan dalam lima puluh kelompok, kategori masing-masing memiliki sepuluh beberapa obat yang terdaftar di lebih dari dari satu kategori. Kategori meliputi antara lain, makanan pembuka, pencahar, anthelmints & obat muntah, anti-tussives, analgesik, antipiretik, sedatif, tonik jantung (penguat jantung), haematinics, diuretik dll. Bab 27 berkaitan dengan kualitas dari sejumlah besar konsep diet, obat-obatan, fungsi anggur dan air. Pada bagian Keenam, Sthan chikitsa atau bagian terapi, terdiri tiga puluh bab. Bab pertama adalah ditujukan untuk Rasayans seperti persiapan dari jenis myrobalans, aindra dan mineral yang berbeda. Ini diklaim memberi efek vitalitas dan perpanjangan hidup yang fantastis. Bab kedua disebut Vajikarans atau bahasa medisnya aphrodisiacs menggambarkan penggunaan telur, daging, dan jus daging, testis ikan, burung dalam kasus tertentu.

http://hubpages.com/hub/shettyas3

Seri Kitab Sains Veda

SAMHITA SUSHRUTA

Samhita Sushruta adalah ilmu pengobatan Veda yang terdiri dari dua bagian, yaitu Purva-tantra dalam lima bagian dan Uttara-tantra. Mereka bersama-sama meliputi dua bagian, terpisah dari Salya dan Salakya, dengan spesialisasi khusus seperti obat, pediatri, geriatri, penyakit telinga…, hidung, tenggorokan dan mata, toksikologi, aphrodisiacs dan psikiatri. Dengan demikian seluruh isi Samhita, adalah bagian dari ilmu bedah, Bahkan, dalam teks Sushruta menekankan Samhita sebuah ensiklopedi untuk mempelajari ilmu medis dengan penekanan khusus pada Salya dan Salakya. Sutra-sthana, Nidana-sthana, Sarira-sthana, Kalpa-sthana dan chikitsa-sthana adalah lima kitab dari bagian Purvatantra berisi seratus dua puluh bab. Agnivesatantra dikenal lebih baik sebagai Samhita Charaka dan Hridayam Ashtanga dari Vagbhata juga memiliki seratus dua puluh bab. Nidana-sthana memberikan mahasiswa pengetahuan etiologi, tanda dan gejala penyakit. Dasar-dasar Embriologi dan anatomi tubuh manusia bersama dengan instruksi untuk venesection (pemotongan pembuluh darah), posisi pasien untuk setiap vena, dan perlindungan struktur vital (Marma) yang dibahas dalam sthana-Sarira. Ini juga termasuk esensi kebidanan. Prinsip-prinsip pengelolaan kondisi bedah termasuk obstetric darurat tercantum dalam sthana-chikitsa, yang juga mencakup beberapa bab tentang geriatri dan aphrodisiacs.

Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Sushruta_Samhita#Plastic_Surgery

Taitriya Upanisad

Taiitiriya Upanisad adalah salah satu kitab Upanisad ( kitab pelajaran dari seorang guru ke murid) yang kaya akan ilmu sains biologi, kitab ini membagi bagian luar dari tumbuhan dengan istilah valka (untuk kulit bagian luar) dan vakala (kulit kayu bagian luar). Bahkan Brhadaranyaka Upanisad …memberi tahu lebih detail tentang ini dengan menjelaskan tentang tvak (bagian kulit), mamsa (kuit bagian dalam yang lembut), asthi (xylem), majja (inti) dan snayu (jaringan antara xylem dan sclerenchyma). Bahkan Vrksayurveda dari rsi Parasara menjelaskan tentang sistim transportasi nutrisi dan getah tumbuh-tumbuhan. Semua sistim vaskuler ini diberi nama sarvastrotamsi (itu yang membantu mengalir). Sistim vaskuler ini dibagi menjadi dua yaitu syandana dan sirajala yang merupakan xylem dan phloem dalam ilmu modern yang paling menabjubkan kitab ini juga menjelaskan tentang sel tanaman.

Veda telah menjelaskan teknik penghasilan benih yang baik. Dalam Veda benih disebut vija, endosperm disebut sasya dan cothledon vijapatra. Parasara menggunakan istilah vijamatrka itu untuk cotyledon dan monocotyledonus sebagai ekamatrkavija dan dicotyledonous sebagai dvimatrkavita. Teknik pengolahan benih dalam Veda disebut ankurodbheda yang berarti menyebarkan benih kehidupan; ankura berarti menanam benih

Veda sangat banyak mengulas ilmu yang berhubungan dengan tumbuhan seperti jenis-jenis tumbuhan, karakter tumbuhan, penyakit yang dapat menjangkiti tumbuhan yang semua diulas dengan sangat sistimatis dan masuk akal.

http://en.wikipedia.org/wiki/Taittiriya_Upanishad

Ilmuwan NASA telah membuktikan bahwa bahasa Sansekerta adalah satu-satunya bahasa yang dapat mengekspresikan setiap konsdisi yang ada di alam semesta dengan jelas. Dengan struktur bahasa yang sempurna, Bahasa Sansekerta dapat dan telah digunakan sebagai Bahasa Kecerdasan Buatan, Artificial Intelligence. Rigg Briggs, seseorang peneliti NASA menjelaskan bahwa struktur Panini bisa digunakan untuk menciptakan bahasa tingkat tinggi yang efisien dan sistematis tanpa perlu menggunakan karakter alfanumerik yang sekarang digunakan dalam semua bahasa tingkat tinggi komputer. Bahasa tingkat tinggi artinya, bahasa yang menyerupai bahasa manusia dan merupakan jembatan instruksi manusia dengan mesin (komputer). Bahasa tingkat tinggi ini berkebalikan dengan bahasa mesin (bahasa tingkat rendah ) pada komputer yang terdiri atas kombinasi biner :0 dan 1 (open and close positions).

FILSAFAT VEDA BEGITU DIMINATI DI RUSIA

MOSKOW,RUSIA.

Rusia Academy of Sciences kini mengajarkan program bahasa Sansekerta dan program berbagai cabang filsafat Veda. program ini telah dibanjiri peminat di Rusia. Sebuah Buku filsafat Veda yang dibuat oleh Indologists Rusia, telah diterbitkan dan Komisi Negara Rusia menyat akan itu buku terbaik tahun 2009.

 

Dikutip dari Group Bangkitnya Hindu

http://mertamupu.blogspot.com/2010/08/wikipedia.org/wiki/Vedas

BUNUH DIRI DALAM SASTRA HINDU

BUNUH DIRI DALAM SASTRA HINDU


Salam Kasih, Svastyastu,

Saya membaca HU NUSA dan HU Balipost di internet hampir setiap hari. Setiap membaca berita kejadian orang bunuh diri, nyali menjadi kecil seraya mencakupkan tangan kepada Hyang Parama Kawi, semoga saya dan keluarga saya, dan teman-teman saya, dan orang-orang dekat saya, dan kenalan-kenalan saya, dan seluruh umat manusia tidak didatangi oleh bahaya itu.

Ternyata cukup banyak kejadian seperti itu terjadi di masyarakat. Untuk itu, paling tidak lewat postingan ini, saya ingin Semeton HDnet menyebarluaskan di lingkungan masing-masing bahwa BUNUH DIRI merupakan jalan yang salah dan selain dosa besar, kesalahan tersebut akan membawa orang ke neraka paling gelap:

ANDHANTAMOVISHEYUSTE YE CAIVATMA-HANO JANAH. BHUKTVA NIRAYASAHADRAM TE CA SYUR GRAMA-SUKARAH

“Orang-orang yang bunuh diri (setelah meninggalkan badan wadagnya alias setelah mati) pergi ke neraka yang paling gelap. Setelah menikmati ribuan hukuman-hukuman berat di neraka ia akan terlahirkan menjadi babi.” (Skanda Purana, Kashi.Pu.12.12-13)

Semoga kegelapan tidak menjejali kesadaran batin kita.

OM…, tamaso ma jyotir gamaya,

Ya Tuhan…, jauhkanlah kami dari kegelapan dan tuntunlah kami menuju jalan terang…..

Selain ia merupakan sebuah doa, renungan untuk realisasi spiritual, ia juga merupakan sebuah mantram. “mrityor ma gamaya”, Ya Tuhan YME mohon janganlah hamba diantarkan kepada kematian, tetapi “amritam gamaya”, bimbinglah hamba kepada kekekalan.

Di depan kita ada dua jalan, satu jalan kematian dan satu jalan kehidupan/kekekalan. Satunya adalah mrita dan satunya lagi amrita. Di Bali sedikit bergeser arti, yah… sedikit terbalik arti, “titiang nunas merta…” artinya saya minta makanan. Tetapi, kalau didekatkan ke arti asalnya yaitu Sanskerta, ia seharusnya diterjemahkan saya minta racun. Ternyata kata amerta yang berarti “nectar” berganti menjadi merta. Saya punya seorang teman bernama merta, setelah mendengar arti yang agak keseleo ia mengganti namanya menjadi amrita.

Jalan merta adalah jalan kematian. Di dunia ini, sepanjang kita tidak mendasari segala sesuatu yang kita cari dengan dasar spiritual, semua adalah membimbing kita ke jalan kematian, jalan tidak kekal, jalan kesengsaraan. Kadang jalan kesengsaraan itu bisa dalam bentuk kehidupan yang indah menarik dan menyenangkan dihias oleh berbagai pujian. Namun, jika ia tidak dalam sentuhan spiritual, segala kemewahan dan keindahan tersebut tidak lain hanyalah jalan turun yang menyenangkan. Nah, upanisad tidak menganjurkan kita meniti jalan seperti itu, oleh karena itulah kita diajarkan doa “mrityor ma gamaya”, janganlah hamba dibimbing menuju jalan kematian, jalan khayalan, jalan kehidupan tanpa arti spiritual.

Jalan amrita adalah jalan yang dianjurkan untuk ditempuh karena ia merupakan jalan kebenaran, jalan yang menuntun kita kepada kehidupan yang kekal. Kebahagiaan sejati hanya berada pada kehidupan yang kekal dan bukan kepada kehidupan yang tidak kekal. Kesenangan dalam hiasan apa pun yang berada di lingkungan jalan tanpa sentuhan spiritual, kesenangan tersebut pastilah sebuah kesenangan yang hanya mengikat kita pada kehidupan khayal. Memang, ketika mengkhayalkan sesuatu, untuk sementara kita sempat dibawa melayang-layang pada “seolah” nyata mengalami. Begitulah, sepintas saja kita akan tertawa bergembira, sebentar lagi akan disusul oleh tangisan yang lebih lama (sukhasyanantaram duhkham).

Untuk membedakan jalan “mrita” (kematian) dengan jalan “amrita” (kekekalan) kita memang perlu selalu memantapkan diri kita pada kesadaran spiritual. Sspiritual itu berbeda dengan kehidupan keagamaan. Spiritual adalah tujuan dari segala praktek agama yang kita lakukan. Agama tidak mengajarkan kita untuk tetap berada dalam kesadaran religious. Sejati kita adalah spiritual maka object kita juga adalah spiritual. Inilah yang dinamakan tingkat adhyatmika siddhi, tingkat di mana kita akan sepenuhnya terlindungi oleh kesadaran sat cit ananda…ampurayang…menawi sapunika…

(Darmayasa)
http://www.divine-love-society.org

 

Sumber: http://www.iloveblue.com/bali_gaul_funky/artikel_bali/detail/1785.htm

 

 

PENGHORMATAN PADA ORANG TUA

PENGHORMATAN PADA ORANG TUA

Tidak ada sesuatu yang kekal di dunia ini, demikian para sesepuh mengingatkan kita, segala sesuatu pasti mengalami perubahan. Kecuali Hyang Widhi. Seiring dengan berjalannya sang kala, Pembangunan terus meningkat di berbagai bidang kehidupan. Namun bila kita perhatikan dengan seksama. Ternyata selain kemajuan-kemajuan yang kita dapatkan. Perlahan namun pasti, nilai-nilai luhur budaya dan agama kian hari kian menitipis. Terkikis oleh budaya baru yang disebut modernisasi.

Tidak jarang kita lihat masyarakat menganggap beberapa budaya yang luhur warisan para pendahulu dianggap kuno dan mulai ditinggalkan. Misalnya saja penghormatan kepada orang tua atau guru pengajar. Saat ini sulit sekali menemukan anak murid mengucapkan salam hormat (Om Swastyastu) kepada guru maupun kepada orang tuanya. Kalaupun ada pasti dapat dihitung dengan jari.

Kalo kita lihat kembali kitab suci kita, ternyata banyak sekali sloka-sloka yang mengajari kita untuk selalu memberikan penghormatan kepada orang tua.

Pustaka suci Manawa Dharma Sastra menyuratkan mengenai pahala dari penghormatan kepada orang tua. Pada adyaya II sloka 121 disebutkan sebagai berikut;

“abhi wadanacilasya, nityam wrddhopasewinah, catwari tasya madhante, ayurwidya yaco balam”.

Yang artinya; ia yang sudah biasa menghormati dan selalu taat kepada orang tua mendapatkan tambahan dalam empat hal yaitu umur panjang, pengetahuan, kemasyuran, dan kekuatan.

Bait sloka ini sangat jelas memberi gambaran akan pahala bagi mereka yang taat serta patuh kepada orang tua. Bagi siapapun yang taat dan patuh kepada orang tuanya akan diberikan tambahan berupa umur panjang, pengetahuan, kemasyuran, dan kekuatan. Namun jangan pula sekali-kali melakukan ketaatan dan kepatuhan kepada orang tua karena keinginan untuk memperoleh pahala, sebab penghormatan yang diberikan maupun ketaatan adalah sesuatu yang mutlak dilakukan pada orang tua, karena jasa mereka yang tidak ternilai atas kehidupan kita di dunia ini.

Hal ini dengan tegas dituliskan pula oleh pustaka suci Manawa Dharma Sastra, yaitu adyaya II, sloka 227, adapun bunyinya ialah sebagai berikut;

“yam matapitarrau klecam, sahete sambhawernam, na tasya niskrtih cakya, kartum warsacatairapi”.

Yang artinya; kesulitan dan kesakitan yang dialami oleh orang tua pada waktu melahirkan anaknya tidak dapat dibayar walaupun dalam seratus tahun.

Sebuah wejangan dari Prabu Sri Aji Jayabaya putra Airlangga cucu dari Prabu Udayana, juga memberi kita pedoman bahwasanya, penghormatan kepada orang tua sangat penting karena penghormatan kepada orang tua juga sama dengan penghormatan kepada Tuhan.

Wejangannya sebagai berikut;

“sing sapa lali marang wong tuwane prasast lali marang Hyang Widhi. Ngabektia marang wong tuwa”.

Artinya; barang siapa lupa akan orang tua tak ubahnya lupa dengan Gusti Sang Hyang Widhi. Hormatilah orang tua.

Pada pustaka suci Sarasamuccaya juga dapat ditemukan mengenai penghormatan seorang anak kepada orang tuanya. Salah satu sloka yang menguraikannya ialah pada sloka 239;

“tapaçcaucavata nityam, dharmasatyaratena ca, matapitro raharah, pujanam karyamañjasa”.

Yang artinya orang yang senantiasa hormat kepada ibu bapanya disebut tetap teguh melakukan tapa dan menyucikan diri, tetap teguh berpegang kepada kebenaran atau dharma.

Betapa berdosanya apabila tidak dapat berprilaku hormat kepada orang tua, karena demikian banyak hal yang telah mereka lakukan hingga kita dapat mengecap kehidupan di dunia. Mereka dengan tidak jemu-jemunya mengusahakan hal yang terbaik bagi putra-putrinya. Sudah sewajarnya kita selalu hormat dan taat kepada beliau.

Upadesamrta

Upadesamrta

Upadesamrta

Srila Bhaktisiddhanta Sarasvati Thakura menulis bahwa, mempersamakan diri secara duniawi menimbulkan tiga jenis dorongan yaitu

 

  1. Dorongan untuk berbicara
  2. Dorongan atau permintaan dari pikiran
  3. Dorongan atau permintaan dari badan

 

Sloka dua

ATYAHARAH PRAYASAS CA

PRAJALPO NIYAMAGRAHAH

JANA-SANGAS CA LAULYAM CA

SADBHIR BHAKTIR VINASYATI

Bhakti yang dilakukan seseorang dirusakkan apabila ia menjadi terlalu terlibat dalam enam kegiatan berikut:

 

  1. Makan lebih dari kebutuhan atau mengumpulkan dana lebih dari yang dibutuhkan
  2. Berusaha terlalu keras untuk benda-benda duniawi yang sangat sulit sekali diperoleh
  3. Berbicara tentang hal-hal duniawi dimana pembicaraan tidak diperlukan
  4. Mempraktekan aturan dan peraturan dari kitab suci hanya untuk mengikutinya saja dan bukan demi kemajuan rohani, atau menolak aturan dan peraturan dari kitab-kitab suci dan bekerja sendirian atau bekerja sesuai dengan kehendaknya sendiri.
  5. Bergaul dengan orang yang hatinya duniawi dan tidak tertarik pada Kesadaran Krsna.
  6. Menjadi kelobaan untuk mencapai sesuatu yang bersifat duniawi

Tiga jenis kesengsaraan terhadap mahluk hidup didunia dibawah pengendalian mahamaya:

 

  1. Adhidaivika-klesa (penderitaan yang disebabkan oleh para dewa, misalnya kekurangan hujan, gempa bumi dan badai)
  2. Adhibhautika-klesa (penderitaan yang disebabkan oleh mahluk hidu yang lain seperti serangga atau musuh)
  3. Adhyatmika-klesa (penderitaan yang disebabkan oleh badan atau  pikiran sendiri, misalnya penyakit mental dan fisik)

Masalah pokok yang harus dihadapi oleh para roh yang terikat adalah kelahiran,usia tua, penyakit dan kematian yang dialami berulang kali.

Para kaum mayavadi yaitu:

  1. Para bhukti-kami yang hanya tertarik pada kesenangan material
  2. Para Mukti-kami yang ingin mencapai pembebasan dengan menunggal dalam eksitensi sang mutlak yang tidak berbentuk (Brahman)
  3. Para Siddhi-kami yang ingin mencapai kesempurnaan dengan mempraktekan yoga mistik

Kebatinan di golongkan sebagai atyahari. Pergaulan dengan orang seperi itu sama sekali tidak diinginkan.

 

 

 

 

 

 

 

Sloka ketiga

UTSAHAN NISCAYAD DHAIRYAT

TAT-TAT-KARMA-PRAVARTANAT

SANGA-TYAGATCSATO VRTTEH

SABHIR BHAKTIH PRASIDHYATI

 

 

 

Ada enam prinsip yang menguntungkan untuk pelaksanaan bhakti yang murni :

  1. Menjadi semangat
  2. Berusaha dengan keyakinan
  3. Menjadi sabar
  4. Bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip yang mengatur (seperti misalnya sravanam kirtanam visnoh smaranam– mendengar memuji dan ingat pada krsna)
  5. Meninggalkan pergaulan dengan orang yang bukan penyembah Tuhan
  6. Mengikuti langkah-langkah para acarya dari dahulu kala.

Enam prinsip diatas pasti menjamin sukses yang lengkap dalam bakti yang murni.

Sri Prahlada Maharaja mengusulkan:

 

 

Sravanam kirtanam visnoh

Smaranam pada-sevanam

Arcanam vandanam dasyam

Sakhyam atma-nivedanam

Sembilan proses bakti ialah sebagai berikut:

  1. Mendengar nama dan kebesaran Kepribadian Tuhan Yang Mahaesa
  2. Memuji kebesaran Tuhan
  3. Ingat pada Tuhan
  4. Melayani kaki Tuhan
  5. Bersembahyang kepada Arca
  6. Bersujud kepada Tuhan
  7. Bertindak sebagai hamba Tuhan
  8. Menjadi sahabat dengan Tuhan
  9. Menyerahkan diri dengan sepenuhnya kepada Tuhan

Sravanam atau mendengar merupakan langkah pertama dalam mendapatkan pengetahuan rohani.

Karena itu tiada sesuatu pun yang bebas dari hubungan dengan krsna sebagaimana dinyatakan oleh krsna sendiri dalam Bhagavad-gita (9.4):

 

MAYA TATAM IDAM SARVAM

JAGAD AVYAKTA-MURTINA

MAT-STAHI SARVA-BHUTANI

NA CAHAM TESV AVASTHITAH

Aku berada dimana-mana di seluruh alam semesta ini dalam bentukku yang tidak terwujud. Semua mahluk hidup berada di dalam Diriku, tetapi aku tidak berada di dalam mereka. Di bawah bimbingan sang gru kerohanian yang dapat di percaya, seseorang harus menjadikan seseuatu bermanfaat untuk berbakti kepada krsna.

 

 

 

 

Empat prinsip yang mengatur dalam perkumpulan kesadaran krsna yaitu:

  1. Berpantang makan daging,ikan dan telor
  2. Dilarang main judi
  3. Dilarang minum-minuman keras atau mabuk-mabukan
  4. Berpanatang hubungan kelamin yang tidak sah atau berzinah

Adapun prinsip yang bersifat positif (niyama) yaitu mengucapkan maha mantra Hare Krsna sampai 16 putaran dengan menggunakan japa atau tasbih yang biasa disebut japa mala.

Menurut bhagavad-gita (2.69)

 

Ya nisa sarva-bhutanam

Tasyam jagarti samyami

Yasyam jagrati bhutani

Sa nisa pasyato muneh

Yang menjadi malam hari bagi semua mahluk hidup menjadi waktu siang bagi orang yang mengendalikan dirinya, dan waktu siang bagi semua mahluk hidup adalah malam hari bagi rsi yang mawas diri.

Selanjutnya dinyatakan alam skanda ketujuh srimad bhagavatam:

“Walaupun orang yang berangan-angan pikiran dan melekukan kegiatan yang membuahkan hasil atau pahala mungkin melakukan pertapaan dan kesederhanaan yang hebat, namum mereka masih jatuh karena belum mempunyai keterangan mengenai kaki padma tuhan. Akan tetapi para penyembah tuhan tidak pernah jatuh”.

Dalam bhagavad-gita (9.31) Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa meyakinkan Arjuna, kaunteya pratijanihi na me bhakteh pranasyati : O putra Kunti nyatakanlah dengan berani bahwa penyembahKu tidak akan  pernah binasa.

Sekali lagi dalam bhagavad-gita (2.40) Krsna menyatakan :

 

Nehabhikrama-naso ‘sti

Pratyavayo na vidyate

Svalpam apy asya dharmasya

Trayate mahato bhayat

 

Dalam usaha ini tiada kerugian ataupun kemunduran, dan kemajuan sedikit saja dalam menempuh jalan ini dapat melindungi seseorang terhadap jenis rasa takut yang paling berbahaya sekalipun.

 

Sloka keempat

DADTI PRATIGRHNATI

GUHYAM AKHYATI PRCCHATI

BHUNKTE BHOJAYATE CAIVA

SAD-VIDHAM PRITI-LAKSANAM

 

MEMBERIKAN HADIAH-HADIAH SEBAGAI SUMBANGAN, MENERIMA HADIAH SEBAGAI SUMBANGAN, MEMBUKA ISI HATI SECARA RAHASIA, BERTANYA SECARA RAHASIA, MENERIMA PRASADA DAN MEMBERIKAN PRASADA ADALAH ENAM TANDA CINTA KASIH ANTARA SESAMA PENYEMBAH TUHAN.

Arthasastra, Sistem Akuntansi Veda

Arthasastra, Sistem Akuntansi Veda

Arthasastra, Sistem Akuntansi Veda

Pernahkah anda mendengar Parta Accounting? Parta Accounting adalah turunan sistem akuntansi kuno Veda yang digunakan oleh sebuah perusahaan multi nasional yang bergerak dalam industri baja bernama Ispat Indo. Ispat Indo pertama kali didirikan pada tahun 1976 oleh Laksmi Mittal, seorang keturunan India di daerah Waru, Jawa Timur. Saat ini Ispat Indo merupakan perusahaan baja yang terbesar di dunia, dengan beberapa anak perusahaan di berbagai negara, seperti Amerika Serikat, Jerman, Perancis, Rusia dan lain sebagainya. Dengan demikian sistem Parta Accounting ternyata merupakan sistem akuntansi yang sangat mumpuni dalam mengelola perusahaan multi kompleks sekalipun.

Sumber utama sistem akuntansi dalam kitab suci Veda adalah pada kitab Arthasastra. Kitab yang diindikasikan sudah ada setidaknya tahun 300 SM telah menguraikan akuntansi secara panjang lehar bahkan telah menerapkan sistem tata buku berpasangan untuk mencatat kegiatan keuangan pemerintahan. Kitab yang membicarakan masalah akuntansi secara komprehensip ini ditulis oleh Kautilya. Sementara itu, keberadaan sistem akuntansi modern saat ini diindikasikan baru ada sejak 1400 Masehi yang diawali oleh para pedangan besar Venesia. Kata audit sendiri berasal dari bahasa Romawi “audire” yang berarti mendengar. Pada zaman Romawi dikatakan para pebisnis Romawi belum biasa melakukan pencatatan, sehingga para akuntan dalam menjalankan tugasnya mengaudit dengan cara mendengarkan cerita orang-orang sekitar dan pemilik perusahaan tentang kegiatan usahanya. Melihat dari time line tersebut, sistem akuntansi Veda merupakan sistem akuntansi paling kuno yang pernah ada.

Sistem pembukuan dalam Arthasastra telah menerapkan prinsip doble accounting, artinya semua hak dan kewajiban lembaga/perusahaan dicatat pada saat terjadinya, dan bukan pada saat diterima atau dikeluarkan dalam bentuk uang kas. Padahal, pada zaman modern ini masih banyak perusahaan dan bahkan pemerintah yang masih menerapkan prinsip sederhana yaitu prinsip kas.

Dalam Arthasastra 1:95 disebutkan: “Para pengawas hendaknya membangun kantor pencatatan yang menghadap ke timur atau utara, dengan bangsal terpisah, (sebagai) tempat untuk buku-buku catatan”. Dalam Arthasastra 11:78 juga dijelaskan bahwa kekayaan pemerintah (kerajaan) berupa gajah yang hidup liar di suatu kawasan hutan pun harus dicatat oleh penjaga gajah yang dibantu para pawang gajah. “Mereka (penjaga gajah) hendaknya membuat catatan tertulis untuk setiap gajah, apakah bergerak dalam kelompok, sendirian, tersesat dan kelompok, atau kepala kelompok, liar, mabuk, anak gajah atau gajah yang dilepaskan dan kurungan”. Hal ini mengindikasikan bahwa sistem akuntansi yang berkembang saat itu sudah sangat maju.

Produk akhir proses akuntansi adalah berupa laporan keuangan yang diperoleh melalui suatu proses, yaitu sejak pemisahan antara bukti akunting dengan non akunting. Dalam tata buku berpasangan, urutannya adalah mencatat semua bukti akunting baik yang telah dibayar/diterima uangnya, maupun yang belum ke dalam buku harian yang biasa disebut dengan jurnal. Memasukkan jurnal ke dalam buku besar dan buku pembantu, membuat Neraca Percobaan pada tiap akhir periode akuntansi (bulanan, tiga bulanan, dan sebagainya) dan terakhir membuat Neraca dan Daftar Rugi/Laba setelah proses akuntansi berjalan selama 12 bulan. Berdasarkan uraian yang tertuang dalam Arthasastra, ternyata proses akuntansi yang diterapkan pada waktu itu tidaklah jauh berbeda dengan yang ada saat ini. Dalam Arthasastra 2.95 disebutkan; “Disana ia hendaknya menyuruh mencatat dalam buku catatan; besarnya dan jumlah, kegiatan dan total pendapatan departemen; jumlah penambahan atau pengurangan dalam penggunaan berbagai bahan, biaya, biaya tambahan, gaji dan para pekerja dalam kaitannya dengan pabrik-pabrik; harga, mutu, berat, ukuran, tinggi, dan seterusnya”. Dari uraian ini dapat diterangkan bahwa pimpinan atau raja melalui kepala biro keuangan menugaskan kepada para ahli akunting pada tiap departemen untuk melakukan pencatatan atas hak dan kewajiban negara pada depertemen tersebut secara tertib dan teratur, sehingga diketahui jenis kegiatan. total pendapatan, penerimaan dan pemakaian bahan/barang, beban gaji pegawai, adanya penambahan dan pengurangan dalarn pengeluaran barang, biaya, dan sebagainya..

Dengan munculnya istilah penambahan atau pengurangan biaya, berarti pada zaman tersebut tiap departemen telah menyusun anggaran tahunan yang dirinci dalam anggaran bulanan bahkan boleh jadi sudah dirinci kedalam anggaran yang lebih kecil lagi. Realisasinya selalu dibandingkan dengan anggarannya, dan dihitung selisihnya, menguntungkan atau merugikan. Di samping itu dan uraian proses akunting tersebut di atas juga dapat diartikan bahwa sistem pencatatan yang dianut adalah sistem berpasangan, butkti-bukti pembukuan pertama kali dicatat dalam sebuah jurnal. Setelab dilakukan penjurnalan, maka data jurnal dicatat ke dalam buku besar (ledger), setiap buku besar juga dilengkapi dengan buku pembantu (subsidiary ledger). Masalah ini tercermin dan ungkapan, adanya total pendapatan dalam sebuah departemen. Jadi total pendapatan diketahui melalui buku besar pendapatan, sedangkan rincian dan masing-masing jenis pendapatan tersebut dicatat dalam buku pembantu pendapatan. Kumpulan saldo dan masing-masing buku pembantu membentuk total pendapatan dalam suatu periode akuntansi. Tidak mustahil, Kode Akun yang sekaligus berlaku sebagai kode Mata Anggaran juga telah diterapkan pada zaman tersebut, sehingga memudahkan melakukan pengontrolan.

Arthasastra 3.95 yang menyebutkan: ”Untuk itu hendaknya menyerahkan secara tertulis perkiraan (rencana), penerimaan yang diperoleh, penerimaan yang masih terbuka, pendapatan dan pengeluaran, saldo, dan seterusnya“.Kata penerimaan yang masih terbuka atau akun terbuka untuk penerimaan, yang berarti piutang penerimaan hanya ditemukan pada sistem akuntansi akural. Dengan demikian dengan adanya ungkapan penerimaan yang masih terbuka dalam sloka Arthasastra ini adalah bukti bahwa pada saat itu telah diterapkan sistem akrual seperti yang dianut pada sistem akuntansi konvensional saat ini. Pada Arthasastra 17.93 dijelaskan lagi mengenai perkiraan terbuka ini, yaitu berhubungan dengan penerimaan yang masih harus ditagih : ”Penerimaan terdiri dan tiga jenis penerimaan sekarang, yang masih terbuka, dan yang diambil dari sumber-sumber lain“. Penerimaan yang masih terbuka dimaksudkan penerimaan yang masih harus ditagih, yang berarti piutang.

Langkah-langkah pencatatan dimulai ketika transaksi terjadi dengan didukung oleh dokumen sumber. Dukumen sumber merupakan catatan seperti faktur penjualan, bukti pengiriman barang, kuitansi bukti penenirnaan uang, dan sebagainya. Berdasarkan bukti-bukti akunting tersebut lalu bagian akunting mencatat ke dalam buku jurnal. Catatan dalam buku jurnal secara periodik dipindahkan ke buku besar. Dan demikian seterusnya.

Dalam Arthasastra banyak ditemukan ungkapan yang bermakna diwajibkan adanya alat-alat bukti sebagai pendukung suatu kegiatan. Pada Arthasastra 10.89 disebutkan: “Ia hendaknya menerima uang yang disahkan oleh Rupadarsaka (pemeriksa mata uang)”. Jadi pengesahan oleh pemeriksa mata uang harus dilakukan melalui bukti penerimaan uang tersebut. Bukti penerimaan uang yang telah disahkan digunakan sebagai alat pencatatan ke dalam pembukuan penerimaan.

Tugas Direktur Pergudangan sebagaimana dijelaskan pada Arthasastra 15.147, bahwa kegiatan pada direktorat ini harus selalu didukung dengan alat-alat bukti yang kuat sebelum dilakukan pencatatan kedalam buku catatan yang diwajibkan, hal ini terlihat dari pernyataan: “Pada bagian hari kedelapan, mereka (pegawai pada bagian ini) harus menyerahkannya kepada Direktur Pergudangan, dengan menyatakan, sebanyak ini yang dijual; ini sisanya”. Memberikan laporan seperti ini tentunya mustahil apabila tidak didukung dengan bukti-bukti pendukung yang kuat.

Alat bukti pembukuan sangat diperlukan apabila terjadi perkara. Pemilik alat bukti yang lengkap dan benar atas barang atau uang yang dimilikinya akan menguntungkan diri yang berperkara. Hal ini terungkap dalam Arthasastra 30.103 yang berbunyi: ”Bila dalam suatu tuduhan mengenai jumlah yang benar, hanya sebagian kecil dapat dibuktikan, ia akan menerima bagian dan apa yang dibuktikan”.

Selanjutnya pada Arthasastra 31.103 disebutkan bahwa apabila yang bersangkutan tidak dapat membuktikan, bahwa dirinya benar, maka ia akan dikenai hukuman badan dan uang, dan ia tidak akan menerima perlakukan yang baik. Berdasarkan penjelasan berkaitan dengan pembuktian ini, ternyata Arthasastra menganut sistem pembuktian terbalik, yaitu pihak yang dituduh korupsi diwajibkan membuktikan dirinya tidak korupsi. Hal ini sangat berbeda dengan sistem hukum pada umumnya yang meletakkan penuntut umum (jaksa), bertindak aktif membuktikan bahwa seseorang melakukan korupsi.

Anggaran pemerintah disusun dalam sikius tertentu yang dapat dikelompokkan dalam anggaran jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Anggaran jangka pendek yaitu anggaran dalam kurun waktu satu tahun, anggaran jangka menengah untuk lima tahunan dan selebihnya merupakan anggaran jangka panjang. Untuk anggaran jangka pendek, Arthasastra 6.96 dengan jelas menyatakan: “Tiga ratus lima puluh empat hari dan malam merupakan tahun kerja”. Jadi untuk anggaran jangka pendek masa pertanggung jawabannya berputar setiap 354 hari dalam setahunnya.

 

Arthasastra juga memberikan pengertian yang jelas sekali mengenai pendapatan, penerimaan dan pengeluaran anggaran, sehingga memudahkan pekerjaan para pelaksana anggaran. Pada Arthasastra 13.92 disebutkan: ”Perkiraan (pendapatan), pendapatan yang diperoleh, pendapatan yang berupa tagihan, penghasilan serta pengeluaran dan saldo (inilah pokok-pokok dalam pembukuan)”. Jadi pembukuan anggaran harus dengan jelas mencatat besarnya anggaran, pendapatan yang diterima, pendapatan yang masih berupa tagihan, serta pengeluaran lalu dilengkapi dengan saldo anggaran. Besarnya anggaran penerimaan dan pengeluaran perlu dicantumkan dalam pembukuan untuk membandingkan antara realisasi dengan anggarannya. Hal ini digunakan untuk mengukur efektivitas dan efisiensi dan para pelaksana anggaran. Difinisi pendapatan dipertegas lagi dalam Arthasastra 18.93 yang berbunyi: “Apa yang masuk dan hari ke hari adalah pendapatan sekarang (wartamana)”.

Selanjutnya, berhubungan dengan pengertian pengeluaran diberikan penjelasan pada Arthasastra 23.94; “Pengeluaran terdiri dan empat macam: pengeluraran sekarang, yang timbul sekarang, keuntungan (dan) apa yang timbul dan keuntungan, ini adalah pengeluaran” Saldo anggaran pada akhir dari suatu tahun anggaran dipindahkan ke tahun anggaran berikutnya. Hal ini dijelaskan pada Arthasastra 27.94 sebagai berikut: “Apa yang tersisa setelah perhitungan penghasilan dan pengeluaran dari jumlah pokok penerimaan adalah saldo (Nivi) yang diterima dan dipindahkan”.

Para pejabat administrator pada tiap akhir tahun anggaran wajib membuat analisa atas kemajuan anggaran yang dibuat dan dilaksanakannya, dan harus melakukan perbaikan pada tahun berikutnya. Arthasastra 29.94 menegaskannya sebagai berikut: “Maka para pejabat Administrator (Samaharta) yang bijaksana ákan menentukan penerimaan dan menunjukkan peningkatan penghasilan dan penghematan (pengurangan), dan akan memperbaiki jika terjadi kebalikannya”.

Suatu sistem akuntansi dianggap baik apabila dalam sistem tersebut telah terdapat sistem pengawasan yang baik pula. Sistem pengawasan melalui perangkat akuntansi ini harus bersifat melekat (built in) atau bersifat otomatis. Setiap celah kemungkinan timbulnya kebocoran harus dapat ditutup oleh sistem yang ada. Arthasastra  mengakui bahwa suatu sistem bagaimanapun baiknya, memang tidak kebal terhadap kolusi, artinya upaya pembobolan perusahaan yang dilakukan secara bersama-sama oleh beberapa orang pegawai perusahaan, atau pegawai perusahaan bekerja sama dengan pihak luar perusahaan untuk membobol perusahaan tempat mereka bekerja. Kejahatan dalam bentuk kolusi dalam perusahaan umumnya agak sulit diketahui, kecuali kalau diantara mereka membocorkan rahasianya. Karena itu sistem pengawasan dalam sistem akuntasi Arthasastra sangat juga menitikberatkan pada moral perorangan disamping hal-hal eksternal. Beberapa sistem pengawasan dalam Arthasastra dapat dirumuskan sebagai berikut:

1). Pengendalian Indriya

Sebagai pelaksana akuntansi adalah manusia. Sehubungan dengan itu manusia yang akan melaksanakan akuntansi disamping diajarkan dan dilatih masalah-masalah akuntansi, juga diajarkan masalah tata cara pengendalian indria. Pengendalian indriya yang dimaksudkan adalah: pengendalian hawa nafsu, amarah, ketamakan, kesombongan, tinggi hati dan keras kepala (Arthasastra 1.17). Hal ini berarti dimulai dengan pembinaan rohani para pelaksana akuntansi tersebut. Arthasastra juga menjelaskan, bahwa keberhasilan dalam melaksanakan tugas pada umumnya (tanpa ada yang korupsi), sangat tergantung kepada pengendalian indria pelaksana tugas itu sendiri, Arthasastra memberikan suatu ciri dan kemampuan seseorang mengendalikan indria, orang tersebut tidak berlebih-lebihan dalam menikmati kesenangan yang berasal dari bunyi-bunyian, sentuhan, rasa, indriya pendengar, lidah dan indriya penciuman (Arthasastra 2.17). Unsur pengawasan dalam pelaksanaan akuntansi sebagaimana rumusan ini tidak ditemukan dalam sistem akuntansi konvensional.

2). Penggunaan Bukti Pembukuan

Di atas telah dijelaskan bahwa setiap pencatatan ke dalam Buku Besar dan Buku pembantu harus didukung dengan bukti pembukuan yang Iengkap. Catatan dan bukti pembukuan ini harus dipertanggung jawabkan oleh para pemegang pembukuan kepada atasannva maupun kepada pemeriksa intern dan ekstern pada waktu pemeriksaan dilakukan.

3). Sistim Anggaran

Sistem akuntansi keuangan menurut Arthasastra telah menganut sistim anggaran. Anggaran berfungsi sebagai alat perencanaan dan sekaligus sebagai alat pengawasan. Secara periodik, secara mingguan, bulanan, dan pada akhir tahun, anggaran berfungsi sebagai alat pengawasan. Semua kegiatan yang tertuang, dalam anggaran, secara periodik, selisih-selisihnya dianalisa dan dicari penyebabnya dan dilakukan perbaikannya.

4). Tahun Anggaran

Ditetapkannya tahun anggaran sangat penting sebagai batas kegiatan akuntansi yang dilakukan yang merupakan sarana pengawasan atas pelaksanaan kegiatan selama periode tersebut. Satu tahun anggaran atau tahun kerja menurut Arthasastra adalah selama 354 hari dan malam (Arthasastra 6.96).

5). Pengecekan Harian, Lima Harian, Dua Minggu, Sebulan, Empat Bulan dan Setahun

Setelah kegiatan usaha/lembaga berjalan dan semuanya dicatat dalam akuntansi, maka dilakukan pengecekan sebanyak 6 tahapan seperti tersebut di atas (Arthasastra 30.98). Sebelum melakukan pengecekan atau pemeriksaan seperti tersebut di atas, tentu kegiatan-kegiatan yang ada perlu dipilah-pilah untuk dikenakan salah satu kelompok pengecekan tersebut. Tidak semua kegiatan perlu dilakukan pengecekan secara harian, lima harian, dua mingguan, bulanan, Yang memerlukan pengecekan secara harian seperti : kas, persediaan, piutang/tagihan, uang muka yang diberikan, hutang, dan sejenisnya. Kalau untuk industri, pengecekan secara harian ditambah lagi dengan kegiatan pabrikasi untuk menentukan barang dalam proses, barang setengah jadi dan barang jadi.

 

Setelah ditentukan kegiatan yang harus dicek secara harian, lalu ditentukan yang harus dicek lima harian, dua mingguan, sebulan, empat bulan dan setahun. Yang dapat dilakukan pengecekan secara tahunan misalnya perubahan modal, aktiva tetap, dan sebagainya

Pelaksanaan pengecekan secara harian, lima harian dan dua mingguan, sebulan, dilakukan oleh aparat intern bagian pembukuan sendiri. Namun kegiatan pengecekan ini dapat pula dilakukan oleh pengawas dari luar bagian akunting (pemeriksa eksternal) yang tentunya akan menambah pos biaya.

Ditinjau dan tatacara pengecekan seperti tersebut di atas, berarti prosedur pengawasan dalam Arthasastra sangat ketat.

6). Pengawas Ekstern

Yang disebut pengawas ekstern, adalah lembaga pengawasan yang bertugas melakukan pengawasan berada diluar obyek yang diawasi/diperiksa. Jadi pengawas yang melakukan pengawasan independen (bebas) terhadap obyek yang diperiksa. Artinya pengawas tersebut secara organisatoris tidak ada kaitan dengan organisasi yang diperiksa.

Arthasastra telah menerapkan prinsip ini dalam mendudukan pengawas ektern tersebut. Adanya lembaga yang berkedudukan sebagai pengawas ekstern terlihat dan penjelasan Para pengawas hendaknya membangun kantor pencatatan yang menghadap ke timur, atau utara, dengan bangsal terpisah tempat buku-buku catatan (Arthasastra 1.95).

Selanjutnya dijelaskan, para petugas pencatatan hendaknya menyerahkan secara tertulis kepada pengawas (auditor) perkiraan penerimaan yang diperoleh, penerimaan yang masih terbuka, pengeluaran dan saldonya (Arthasastra 3.95). Para auditor terdiri dan akuntan yang berpengalaman dalam bidang tugasnya, dan hari kerjanyapun sudah ditentukan, yaitu pada hari purnama Asadha (Arthasastra 16.97). Prosedur kerja pengawaspun telah ditetapkan, yaitu memeriksa penghasilan dan pengeluaran dengan mengacu kepada periode waktu, dn seterusnya (Arthasastra 31, 32.98).

Beranikah konsep perekonomian Arthasastra menyaingi konsep Syariah? Ayo para pengusaha muda Hindu, mari kita buktikan…

 

 

Dikutip dengan sedikit perubahan dari situs Parisada Hindu Dharma Indonesia

sumber :http://ngarayana.web.ugm.ac.id