Tag Archives: Brahman dan riwayat singkat Alam Semesta.

Brahman dan riwayat singkat Alam Semesta.

Brahman dan riwayat singkat Alam Semesta.

BRAHMAN

 

Brahman adalah nirguna [melampaui semua sifat alam], niranjana [murni], nirvikalpa [melampaui semua penjelasan] dan acintya [tidak terpikirkan]. Karena tidak ada kata-kata maupun pemikiran yang bisa menjelaskan Brahman. Yang ada maupun yang tidak ada adalah manifestasi Brahman, berawal dari Brahman dan berakhir pada Brahman.

 

Segala yang ada di alam semesta ini adalah manifestasi Brahman, termasuk Purusha dan Prakriti. Akan tetapi Brahman tidak bisa dijelaskan. Itulah sebabnya Brahman juga disebut Acintya atau [kalau di Bali] Hyang Acintya. Dalam bahasa sansekerta acintya berarti tidak terpikirkan. Menurut para maharsi, kata-kata yang paling mendekati yang bisa menjelaskan Brahman, walaupun juga tidak tepat, adalah Sat-Chit-Ananda [realitas absolut – kesadaran – kebahagiaan murni].

 

 

PURUSHA DAN PRAKRITI

Keseluruhan alam semesta ini terdiri dari dua realitas : Purusha – realitas absolut [kesadaran murni] dan Prakriti – fenomena alam materi [energi-materi].

Purusha adalah realitas absolut, kesadaran murni. Mutlak, tidak tergantung, bebas, tidak terasa, tidak kelihatan, diluar semua pengalaman dan diluar semua kata-kata dan penjelasan. Tidak terpikirkan. Kesadaran tanpa sifat yang selalu murni. Purusha tidak berasal dari sesuatu dan tidak menghasilkan / menimbulkan sesuatu.

 

Sedangkan Prakriti dalam bahasa manusia yang paling mendekati adalah energi. Jadi Prakriti bisa disebut sebagai divine energy [energi ilahi]. Prakriti adalah penyebab awal dari seluruh fenomena alam materi, seluruh dimensi alam semesta -dan segalanya-, kecuali purusha, yang tidak memiliki penyebab maupun menjadi sebab. Prakriti menjadi sumber asal dari apapun yang bersifat material [fisik] dan energi.

 

Hal ini juga dijelaskan di dalam Veda : “Aditer dakso ajayata, daksad uaditih pari” [ Rig Veda 2.72.4 ] – dari aditi [materi] asalnya daksa [energi] dan dari daksa asalnya aditi -. Ini teori yang sama dengan teori E=mc2 yang ditulis oleh Einstein.

 

Menurut hukum Satkaryavada, sejatinya tidak ada sesuatupun yang dapat diciptakan, maupun sebaliknya : dihancurkan ke dalam ketiadaan. Yang ada adalah transformasi dari satu bentuk ke bentuk lainnya belaka. Ini juga bisa berarti dalam fenomena alam materi yang penuh aktifitas [utpetti, sthiti, pralina – pembentukan, pengembangan dan penghancuran], sejatinya tidak ada yang diciptakan atau dihancurkan, hanya dinamika perubahan bentuk dari satu bentuk ke bentuk lainnya, dari materi menjadi energi dan dari energi menjadi materi. Hanya dikatakan saja sebagai utpetti, sthiti, pralina, karena begitulah yang terlihat dalam realitas materi.

 

Keseluruhan alam semesta dalam fenomena dinamika perubahan dan aktivitas [utpetti, sthiti, pralina – pembentukan, pengembangan dan penghancuran] dalam realitas materi [prakriti] diistilahkan sebagai tarian kosmik Brahman. Sering disimbolikkan sebagai Shiva Nataraja [tarian kosmik Shiva]. Kita adalah tarian Brahman dalam realitas materi. Segala hal di alam semesta, semua yang kita lihat, dengar dan bayangkan, adalah dinamika [pergerakan]. Galaksi-galaksi melayang tinggi dalam pergerakan, atom-atom dalam pergerakan dan semua pergerakan adalah tarian kosmik Brahman.

 

Perputaran utpetti, sthiti, pralina ini disebut Brahma Cakra. Satu putaran Brahma Cakra mulai dari pembentukan sampai penghancuran [maha pralaya] memakan waktu 1 siang + 1 malam Brahma [1 hari Brahma], yang sama dengan 8,4 Milyar tahun.

 

BRAHMA CAKRA [RODA CAKRA ALAM SEMESTA]

 

1. Roda penciptaan dan penghancuran alam semesta.

Menurut hukum Satkaryavada, “akibat” pra-eksis di dalam “sebab”. Sebab dan akibat dipandang sebagai sisi-sisi sementara yang berbeda dari satu hal yang sama – akibat terletak terpendam [tersembunyi] di dalam sebab yang pada gilirannya menebar benih pada akibat berikutnya.

 

Hukum Prakriti-Parinama Vada menyatakan bahwa “akibat” adalah perubahan nyata dari “sebab”. Sebab yang dimaksudkan disini adalah Prakriti [divine energy] atau tepatnya Mula-Prakriti [primordial matter / materi yang mula-mula]. Dalam evolusinya [perkembangannya], Prakriti berevolusi menjadi Mula-Prakriti dan dari sini menjadi berbagai obyek yang berbeda-beda dan beragam. Seperti yang dijelaskan di dalam Veda : “Aditer dakso ajayata, daksad uaditih pari” [ Rig Veda 2.72.4 ] – dari aditi [materi] asalnya daksa [energi] dan dari daksa asalnya aditi -. Ini teori yang sama dengan teori E=mc2 yang ditulis oleh Einstein.

 

Evolusi [perkembangan] ini kemudian diikuti oleh peleburan atau pembubaran. Dalam pralina wujud materi [fisik] ini, semua obyek di seluruh dimensi alam semesta ini kembali menyatu dengan Prakriti, yang berarti yang ada hanya Prakriti [energi ilahi yang mula-mula] saja. Semuanya berlangsung laksana putaran roda [cakra] perkembangan-pemeliharaan-peleburan yang saling berputar [laksana roda chakra] bergantian secara terus menerus. Sering disimbolikkan sebagai Shiva Nataraja.

 

2. Pembentukan atau pengembangan alam semesta.

Karena prakriti adalah dasar atau pondasi [tattva] dari seluruh fenomena dan dimensi alam semesta dia juga sering disebut PRADHANA. Dinamika prakriti dipicu [dipengaruhi] oleh tiga intisari sifat dasar-nya [tri guna], yaitu :

 

1. Sattvam – unsur keseimbangan.

2. Rajas – unsur aktif [pengembangan, pemuaian atau dinamika aktifitas].

3. Tamas – unsur statik [kelembaman atau perlawanan untuk melakukan kegiatan].

 

Dalam kondisi seimbang total [sattvam], seluruh materi semesta terserap kembali ke dalam Prakriti. Namun apabila Prakriti diguncang oleh unsur aktifnya [rajas], sehingga Prakriti menjadi tidak seimbang, maka terciptalah alam semesta ini. Seluruh materi memencar menyebar ke segala arah dan terciptalah wujud alam semesta raya. Dimana dinamika murni Prakriti mengembangkan dirinya secara berurutan sambung-menyambung menjadi dua puluh empat tattva [asas dasar]. Evolusi [perkembangan] ini sendiri terjadi karena Prakriti selalu dalam keadaan tidak stabil akibat tekanan tiga unsur intisari sifat dasar-nya [tri guna].

 

Kedua puluh empat tattva [asas dasar] itu adalah :

>>> PRAKRITI [divine energy] – asas dasar paling halus yang merupakan sumber di balik segala apapun yang ada di seluruh dimensi alam semesta -dan segalanya-, kecuali purusha. Juga diidentikkan dengan Mula-Prakriti [primordial matter / materi purba yang mula-mula]. Prakriti di intisarinya sendiri adalah keadaan keseimbangan total [sattvam].

 

>>> MAHAT – Ketika kondisi Prakriti tengah aktif, maka saat itulah terjadi pertemuan antara Purusha dan Prakriti. Dari pertemuan keduanya lahir hasil pertama dari evolusi Prakriti, yaitu mahat [dinamika murni]. Mahat juga identik dengan cosmic mind atau maha-kesadaran kosmik. Saat mahat [cosmic mind] ini bangkit, alam semesta ini belum juga ada. Kemudian karena pengaruh unsur Rajas [aktif / kerja] dari Tri Guna, cosmic mind ini mulai berkreasi [lila] dan mengembangkan ciptaan [dinamika].

 

Dari sini lahirlah citta semesta, cikal bakal memori subyektif-relatif seluruh makhluk. Citta adalah Purusha yang sudah “terkontaminasi”, jatuh dan terperosok akibat belenggu Prakriti. Begitu citta semesta tercipta, maka pengaruh Prakriti semakin besar. Prakriti kembali menanamkan belenggunya kepada citta semesta, dari sini maka lahirlah buddhi [kecerdasan] semesta, sebagai cikal bakal kesadaran dan kecerdasan relatif seluruh makhluk.

 

>>> AHAMKARA – Akibat unsur rajas ini juga, hasil kedua dari evolusi Prakriti adalah ahamkara [ke-aku-an atau ego]. Ahamkara inilah yang bertanggung-jawab terhadap perasaan “aku” dalam mahluk hidup. Ahamkara juga adalah penyebab identifikasi diri yang berbeda dengan alam luar beserta segala isinya. Disini kondisi Purusha sudah semakin terbelenggu Prakriti. Keterbatasan dan kebodohan sudah mulai melekati Atman.

 

>>> PANCA TANMATRA [lima bahan materi halus] – adalah hasil dari Mahat, bersamaan muncul dengan Ahamkara. Masing-masing Tanmatra ini terbentuk dari salah satu aspek Tri Guna, yaitu :

 

1. Sabda Tanmatra [unsur halus dari ruang].

2. Sparsa Tanmatra [unsur halus dari udara atau gas].

3. Rupa Tanmatra [unsur halus dari cahaya atau api].

4. Rasa Tanmatra [unsur halus dari cairan].

5. Gandha Tanmatra [unsur halus dari materi padat].

 

>>> MANAS [pikiran] atau “Antahkarana” – berkembang dari kesemua [total] aspek sattvam dari Pancha Tanmatra dan Ahamkara.

 

>>> PANCHA JNANA INDRIYA – lima indra perasa, yang berkembang dari aspek sattvam dari Ahamkara, yaitu :

 

1. Cakshu semesta [cikal bakal penglihatan].

2. Srota semesta [cikal bakal pendengaran].

3. Ghrana semesta [cikal bakal penciuman].

4. Jihva semesta [cikal bakal perasa lidah].

5. Tvak semesta [cikal bakal peraba seluruh tubuh].

 

>>> PANCHA KARMA INDRIYA – lima organ tindakan, yang berkembang dari aspek Rajas dari Ahamkara, yaitu :

 

1. Vak semesta [cikal bakal pengucapan].

2. Pani semesta [cikal bakal peraba tangan].

3. Pada semesta [cikal bakal peraba kaki].

4. Upastha semesta [cikal bakal rasa kemaluan].

5. Payu semesta [cikal bakal gerak dan dubur].

 

>>> PANCHA MAHABHUTA – lima elemen dasar yang berkembang dari aspek Tamas dari Ahamkara. Panca Mahabhuta muncul dari “pengasaran” [panchikaran] dari Panca Tanmatra, sehingga terciptalah Panca Mahabhuta, lima elemen dasar materi kasar, yaitu :

 

1. Sabda Tanmatra, mengasar atau mengkristal menjadi AKASHA [ruang].

2. Sparsa Tanmatra, mengasar atau mengkristal menjadi VAYU [udara atau gas].

3. Rupa Tanmatra, mengasar atau mengkristal menjadi TEJA [cahaya atau api].

4. Rasa Tanmatra, mengasar atau mengkristal menjadi APAH [cairan].

5. Gandha Tanmatra, mengasar atau mengkristal menjadi PRTHIVI [materi padat].

 

 

3. Hukum-hukum semesta.

 

Adanya hukum-hukum semesta seperti Hukum Rta dan Hukum Karma tidak bisa dipisahkan dari penjelasan hukum Satkaryavada dan hukum Prakriti-Parinama Vada. “Akibat” pra-eksis di dalam “sebab” dan “akibat” adalah perubahan nyata dari “sebab”.

 

Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa dinamika prakriti dipicu [dipengaruhi] oleh tiga intisari sifat dasar-nya [tri guna], yaitu : Sattvam, Rajas dan Tamas. Unsur Rajas yang memicu chaos [kekacauan] semesta -yang juga menjadi penyebab awal terciptanya alam semesta-, dan unsur Sattvam dan Tamas menjadi penyeimbangnya. Kestabilan-keseimbangan inilah yang merubah fenomena materi-energi Prakriti dari chaos [kekacauan semesta] menjadi cosmos [alam semesta yang tidak kacau].

 

Tri guna adalah dasar dari terciptanya hukum-hukum semesta [hukum Rta dan hukum Karma], sehingga terjadilah keteraturan dan ketidak-kacauan. Sehingga ketika kita memasak beras, kita bisa yakin kalau hasilnya nanti adalah nasi, bukan menjadi racun, bom atau handphone misalnya.

TERCIPTANYA MAHLUK

1. Pertemuan Purusha dan Prakriti.

 

Prakriti yang sudah bermanifestasi menjadi 24 asas dasar, kemudian seolah-olah “terpecah-belah” menjadi berbagai fenomena di alam materi termasuk mahluk hidup. Setiap mahluk hidup terdiri dari Purusha dan Prakriti. Purusha [realitas absolut, kesadaran murni] yang terbelenggu Prakriti menjadi penyebab adanya mahluk hidup. Dari pertemuan citta, buddhi, manas, ahamkara, panca jnana indriya dan panca karma indriya terciptalah sukhsma sarira [badan astral]. Dari pertemuan sukhsma sarira dan panca mahabhuta, terciptalah sthula sarira [badan fisik]. Inilah mahluk hidup.

 

 

 

Purusha [atman] telah terselubungi dan terbelenggu sedemikian rupa oleh berbagai produk-produk Prakriti. Akibatnya kesadaran atman merosot jatuh secara total. Jivatman terkecoh, mengira dirinya adalah pikiran [manas], ahamkara [ke-aku-an] dan sthula sarira [badan fisik] belaka. Jivatman sudah melupakan siapa dirinya yang sejati.

 

Setiap kejadian material [fisik] dan energi adalah perwujudan dari dinamika Prakriti [fenomena alam materi], termasuk yang terjadi pada setiap lapisan tubuh [kosha] kita -lapisan badan dan lapisan pikiran-. Sehingga kemudian semua evolusi [perkembangan] materi macrocosmic [alam semesta] dan microcosmic [mahluk] dipengaruhi oleh tiga sifat dasar prakriti ini. Tri guna mempengaruhi mahluk sebagai berikut :

 

1. Sattvam – kehalusan, keindahan, kebaikan, penerangan, cahaya dan kebahagiaan sejati.

2. Rajas – aktivitas / kegiatan, motifasi, dinamika dan kesengsaraan.

3. Tamas – kelambanan, kemalasan [keengganan] dan kebuntuan.

 

Walaupun sejatinya eksistensi setiap mahluk hidup sejatinya adalah Purusha [kesadaran murni] yang tidak terbatas, tidak terpikirkan dan tidak terpengaruh oleh tubuh. Tapi atman terbelenggu oleh prakriti. Eksistensi mahluk hidup atau “sang aku” mengalami pembebasan [moksha] ketika bisa “sadar” akan identitas diri yang sejati.

 

Akan tetapi selama kesadaran atman tidak muncul, maka dia akan tetap terbelenggu oleh Prakriti. Tugas ini sangatlah berat, karena jivatman sudah melewati berjuta-juta kelahiran, dimana pada periode tersebut jivatman terus-menerus melekat pada Prakriti, melekat erat pada pikiran [manas], ahamkara [ke-aku-an] dan sthula sarira [badan fisik]. Bahkan ada jivatman yang makin terperosok dan makin terbelenggu prakriti, sehingga lahir di alam ashura [alam para mahluk bawah atau bhuta kala].

 

2. Terperosoknya Jivatman.

 

Ketika kita SMA, sebagian besar dari kita mempelajari hukum seleksi alam [natural selection] dari Darwin. Hanya yang kuat dan mampu beradaptasi terhadap gejolak perubahan lingkungan yang bisa bertahan [survive]. Teori ini bisa dikatakan benar adanya.

 

Kebanyakan kehidupan adalah tentang survival terhadap eksistensi kita sebagai mahluk. Perhatikan rantai makanan : Elang memakan ular, ular memakan kodok, kodok memakan nyamuk, dst-nya. Perhatikan kehidupan manusia : persaingan berebut uang dan makanan [persaingan dagang, persaingan ekonomi, persaingan di tempat kerja], persaingan berebut pengaruh, perebutan kursi kekuasaan, eksploitasi tenaga kerja, penipuan, perampokan, korupsi, peperangan, dll. Saling menyakiti, saling membenci, saling menyalahkan, dll. Kenapa kita melakukan semua itu ? Karena kita punya suatu kebutuhan. Ini secara alami kita lakukan dalam rangka upaya kita untuk bisa survive terhadap eksistensi kita sebagai mahluk atau sebagai suatu identitas. Kita dipaksa oleh kehidupan untuk seperti itu. Alasannya macam-macam : untuk bisa makan, untuk bisa menghidupi rumah tangga, untuk bisa membiayai anak sekolah, untuk rasa aman, untuk jaminan kebahagiaan, untuk melindungi kepentingan kelompok, untuk melindungi identitas diri kita, dll.

 

Apa akibatnya ? Akibatnya hukum yang dominan dipakai [berlaku] dimana-mana adalah hukum rimba. Pemangsa dan yang dimangsa, pengeksploitasi dan yang dieksploitasi, pemanipulasi dan yang dimanipulasi, yang menyakiti dan yang disakiti. Untuk bisa survive dalam hukum rimba, kita harus punya ego yang besar. Karena itu ego kita sebagai mahluk semakin hari semakin besar dan semakin besar. Ini adalah kebutuhan alami dalam avidya [ketidaktahuan, kebodohan] yang kita perlukan untuk bisa survive terhadap eksistensi kita sebagai mahluk individu.

 

Tapi apa akibat berikutnya ? Kita terus-menerus melekat pada Prakriti, melekat erat pada pikiran [manas], ahamkara [ke-aku-an] dan sthula sarira [badan fisik]. Kita jauh dari kedamaian. Pikiran kita berubah menjadi serakah, mementingkan diri sendiri, marah, sombong, kecewa, iri hati, takut, stress, dll. Kita semakin jauh dari reakitas diri yang sejati. Kita terperosok dalam ”kubangan” Prakriti untuk jangka waktu yang sangat lama.

 

3. Moksha [pembebasan sempurna].

 

Moksha dalam bahasa sansekerta berarti : lepas atau bebas. Moksha adalah pembebasan sempurna. Jivatman berada dalam belenggu samsara diakibatkan oleh avidya [ketidaktahuan / kebodohan]. Jivatman mengalami pembebasan [moksha] ketika “sadar” akan identitas diri yang sejati. Begitu jivatman bisa lepas dari belenggu selubung prakriti, maka dia akan kembali berubah menjadi realitas absolut, kesadaran murni.

 

 

Inilah landasan dasar dari mengapa para Maharsi pendahulu dan para Dewa-Dewi mengajarkan dharma dan berbagai jalan yoga. Yaitu untuk membimbing manusia bebas dari belenggu Prakriti, yaitu belenggu pikiran [manas], ahamkara [ke-aku-an] dan sthula sarira [badan fisik]. Semakin cepat semakin baik, sebelum kita terperosok semakin jauh lahir menjadi binatang atau lahir di alam ashura [alam para mahluk bawah atau bhuta kala] yang penuh dengan kesengsaraan.

 

Tugas hidup kita yang sesungguhnya adalah melampaui pengaruh Prakriti. Bebas dari belenggu pikiran [manas], ahamkara [ke-aku-an] dan sthula sarira [badan fisik]. Atman Brahman Aikyam, Atman adalah Brahman. Laksana setetes air dalam samudera maha luas yang tersadar bahwa realitas dirinya bukanlah setetes air [mahluk individu], melainkan samudera yang maha luas.

 

 

Rumah Dharma – Hindu Indonesia